BAB 5
PDB, Pertumbuhan dan Perubahan
5.1 Produk Domestik Bruto
Antara tahun 1965 sampai 1997
perekonomian Indonesia tumbuh dengan persentase rata-rata per tahunnya tujuh
persen. Dengan pencapaian ini Indonesia tidak lagi berada di tingkatan
“negara-negara berpendapatan rendah” melainkan masuk ke tingkatan
“negara-negara berpendapatan menengah”. Meskipun demikian, Krisis Keuangan Asia
yang terjadi di akhir tahun 1990an telah memberikan efek negatif bagi
perekenomian nasional, akibatnya produk domestik bruto (PDB) Indonesia turun
13.6 persen di tahun 1998 dan naik sedikit di tahun 1999 sebanyak 0.3 persen.
Antara tahun 2000 sampai 2004 perekenomian mulai memulih dengan rata-rata
pertumbuhan PDB sebanyak 4.6 persen per tahun. Setelah itu PDB Indonesia
meningkat dengan nilai rata- rata per tahun sekitar enam persen, kecuali tahun
2009 dan 2013, ketika gejolak krisis keuangan global dan ketidakpastian
terjadi. Meski masih cukup mengagumkan, PDB Indonesia turun ke nilai 4.6 persen
dan 5.8 persen pada kedua tahun tersebut.
|
Rata-rata
Pertumbuhan PDB
(%)
|
1998 – 1999
|
- 6.65
|
2000 – 2004
|
4.60
|
2005 – 2009
|
5.64
|
2010 – 2013
|
6.15
|
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
PDB
(dalam milyar USD)
|
285.9
|
364.6
|
432.1
|
510.2
|
539.4
|
706.6
|
846.8
|
878.0
|
PDB
(perubahan % tahunan)
|
5.5
|
6.3
|
6.1
|
4.6
|
6.1
|
6.5
|
6.2
|
5.8
|
PDB per Kapita
(dalam USD)
|
1,643
|
1,923
|
2,244
|
2,345
|
2,984
|
3,467
|
3,546
|
3,468
|
Sumber: Bank Dunia, Dana Moneter Internasional
(IMF) dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Seperti yang
terlihat dari tabel di atas, penurunan perekonomian global akibat krisis
ekenomi yang terjadi di akhir tahun 2000an berdampak kecil bagi perekonomian
Indonesia jika dibandingkan dengan dampak yang dialami negara lain. Tahun 2009
PDB Indonesia turun ke 4.6 persen. Ini berarti Indonesia adalah salah satu
negara dengan performa pertumbuhan PDB tertinggi di seluruh dunia pada tahun
itu (dan berada di posisi tiga di antara kelompok negara-negara G-20). Meskipun
harga-harga komoditas menurun drastis, bursa saham pun nilainya turun, imbal
hasil obligasi domestik dan internasional cukup tinggi dan nilai tukar valuta
yang melemah, Indonesia masih mampu tumbuh secara signifikan. Keberhasilan ini
terutama dikarenakan oleh ekspor Indonesia yang kepentingannya relatif terbatas
terhadap perekonomian nasional, kepercayaan pasar yang terus tinggi, dan
konsumsi domestik berkelanjutan yang kuat. Konsumsi domestik di Indonesia
(khususnya konsumsi swasta) berkontribusi sekitar dua pertiga bagian dari
pertumbuhan perekonomian nasional. Dengan sekitar tujuh juta penduduk masuk ke
kelas menengah tiap tahunnya, Indonesia sebenarnya menyimpan kekuatan konsumen
yang secara signifikan dapat mendorong perekonomian dan memicu peningkatan
investasi dalam dan luar negeri dari tahun 2010 dan seterusnya. Lambannya
pertumbuhan ekonomi tahun 2013 (5.78 persen) terjadi karena kombinasi
ketidakpastian global yang parah disebabkan oleh perancangan ulang program
pembelian aset per bulan Federal Reserve sebesar USD $85 milyar (pelonggaran
kuantitatif) yang mengakibatkan arus keluar modal secara signifikan dari
negara-negara berkembang, dan kelemahan isu finansial internal: defisit
transaksi berjalan dengan rekor tertinggi, inflasi tinggi (setelah pemerintah
menaikkan harga BBM bersubsidi pada bulan Juni 2013) dan nilai tukar rupiah
yang terdepresiasitajam.
Perkiraan perkembangan perekonomian
Indonesia di masa depan masih cukup positif tetapi telah direvisi oleh
organisasi-organisasi internasional dan pemerintah Indonesia karena ketidakpastian
global yang berkepanjangan. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (disingkat MP3EI) yang baru-baru ini dikeluarkan, mencakup
tahun 2011 sampai 2025, menunjuk enam sektor sebagai koridor utama perekonomian
dengan tujuan menempatkan Indonesia dalam sepuluh besar perekonomian global
pada tahun 2025. Rencana ini mengimplikasikan investasi besar pada sektor
infrastruktur - sektor yang selama ini menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia
- dan tujuan akhirnya adalah PDB akan naik per tahunnya sebanyak delapan sampai
sembilan persen. Namun, target tersebut sepertinya terlalu ambisius jika ingin
dicapai dalam waktu dekat (2014-2017). Institusi-Institusi otoritas
internasional (Bank Dunia, IMF dan Bank Pembangunan Asia) memproyeksikan pertumbuhan
PDB tahunan Indonesia dalam kisaran 5.3 sampai 6.0 persen untuk periode 2014
sampai 2017. Organisasi-organisasi ini menekankan bahwa reformasi politik dan
ekonomi praktis dikombinasikan dengan investasi besar dalam sektor
infrasktruktur akan menambahkan satu atau dua persen dari perkiraan pertumbuhan
PDB saat ini.
Yang
juga menarik untuk dianalisa adalah seberapa jauh faktor-faktor yang ada dalam
kebudayaan Indonesia (salah satu contohnya budaya Jawa yang dominan) dapat
mempengaruhi pertumbuhan PDB (sebagai perbandingan, misalnya saja, pengaruh
kebudayaan Cina terhadap pertumbuhan PDB Cina). Informasi lebih lanjut tentang
topik ini, silakan lihat bagian Budaya Berbisnis di Indonesia.
PDB
per kapita baru-baru ini mencapai level tertinggi dalam sejarah perekonomian
Indonesia dan diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi lagi. Namun, apakah PDB per
kapita adalah tolak ukur yang cocok untuk Indonesia di mana masyarakat
Indonesia dicirikan oleh tingkat perbedaan yang cukup tinggi terutama dalam
distribusi pendapatan, masih menjadi tanda tanya. Dengan kata lain, terdapat
kesenjangan antara stastistik dan realitas sebagaimana kekayaan 43 ribu orang
terkaya Indonesia (yang hanya berkisar 0.02 persen dari total penduduk
Indonesia) adalah setara dengan 25 persen PDB Indonesia. Kekayaan empat puluh
orang terkaya Indonesia mecakup 10.3 persen dari PDB (jumlah ini berbanding
sama dengan jumlah kekayaan 60 juta orang Indonesia termiskin). Angka-angka ini
mengindikasikan konsentrasi kekayaan yang besar dalam kalangan elit yang kecil.
Apalagi kesenjangan distribusi pendapatan ini diprediksi akan semakin meluas ke
depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar