Jumat, 01 Mei 2015

PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB 14

NERACA PEMBAYARAN, ARUS MODAL ASING, DAN UTANG LUAR NEGERI

14.3 Utang Luar Negeri
Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar negeri dapat berupa pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Bentuk utang dapat berupa uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain, atau lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia.
Utang luar negeri Indonesia lebih didominasi oleh utang swasta. Berdasarkan data di Bank Indonesia, posisi utang luar negeri pada Maret 2006 tercatat US$ 134 miliar, pada Juni 2006 tercatat US$ 129 miliar dan Desember 2006 tercatat US$ 125,25 miliar. Sedangkan untuk utang swasta tercatat meningkat dari US$ 50,05 miliar pada September 2006 menjadi US$ 51,13 miliar pada Desember 2006.
Negara-negara donor bagi Indonesia adalah:
Jepang merupakan kreditur terbesar dengan USD 15,58 miliar.
Bank Pembangunan Asia (ADB) sebesar USS 9,106 miliar
Bank Dunia (World Bank) sebesar USD 8,103 miliar.
Jerman dengan USD 3,809 miliar, Amerika Serikat USD 3,545 miliar
Pihak lain, baik bilateral maupun multilateral sebesar USD 16,388 miliar.
Pembayaran utang
Utang luar negeri pemerintah memakan porsi anggaran negara (APBN) yang terbesar dalam satu dekade terakhir. Jumlah pembayaran pokok dan bunga utang hampir dua kali lipat anggaran pembangunan, dan memakan lebih dari separuh penerimaan pajak. Pembayaran cicilan utang sudah mengambil porsi 52% dari total penerimaan pajak yang dibayarkan rakyat sebesar Rp 219,4 triliun. Jumlah utang negara Indonesia kepada sejumlah negara asing (negara donor)di luar negeri pada posisi finansial 2006, mengalami penurunan sejak 2004 lalu sehingga utang luar negeri Indonesia kini 'tinggal' USD 125.258 juta atau sekitar Rp1250 triliun lebih.
Pada tahun 2006, pemerintah Indonesia melakukan pelunasan utang kepada IMF. Pelunasan sebesar 3,181,742,918 dolar AS merupakan sisa pinjaman yang seharusnya jatuh tempo pada akhir 2010. Ada tiga alasan yang dikemukakan atas pembayaran utang tersebut, adalah meningkatnya suku bunga pinjaman IMF sejak kuartal ketiga 2005 dari 4,3 persen menjadi 4,58 persen; kemampuan Bank Indonesia (BI) membayar cicilan utang kepada IMF; dan masalah cadangan devisa dan kemampuan kita (Indonesia) untuk menciptakan ketahanan.


PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB 14

NERACA PEMBAYARAN, ARUS MODAL ASING, DAN UTANG LUAR NEGERI

14.2 Arus Modal Masuk
Arus modal masuk ( Capital Inflow) adalah suatu aliran dana ke perekonomian dalam negeri dari luar negeri yang menggambarkan pembelian surat-surat berharga (financial securities) dan aktiva ( asset) fisik oleh luar negeri atau pinjaman dari luar negeri.
Arus modal masuk meliputi penerimaan uang oleh suatu Negara dari satu atau lebih Negara lain, Negara donor.
Beberapa alasan pengalihan dana antar Negara adalah:
a)      Investasi langsung oleh perusahaan multinasional berupa asset fisik seperti pendirian industri.
b)      Pembelian surat-surat berharga dalam negeri yang dianggap sebagai portofolio investasi yang menarik.
c)      Pemerintah dalam negeri meminjam dari pemerintah luar negeri atau bank internasional untuk mengatasi neraca perdagangan yang defisit dalam jangka pendek.

d)     Spekulasi mengenai nilai tukar mata uang dalam negeri dan tingkat bunga untuk masa yang akan datang, harapan akan terjadinya apresiasi dari mata uang mengakibatkan aliran masuk modal sebagai mana harapan speculator untuk mendapatkan keuntungan modal setelah apresiasi mata uang.

Referensi: http://arti-definisi-pengertian.info/pengertian-aliran-masuk-modal/ 

PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB 14
NERACA PEMBAYARAN, ARUS MODAL ASING, DAN UTANG LUAR NEGERI

14.1 Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran adalah suatu catatan atau pendataan yang berisi ringkasan aktifitas ekonomi yang dilakukan oleh suatu badan mandiri ataupun suatu badan kenegaraan yang berupa transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain dalam jangka waktu yang telah ditentukan namun biasanya adalah satu tahun. Neraca pembayaran dapat mencakup aktifitas ekoniomi berupa pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, serta transaksi financial lainya. Neraca ini dikeluarkan sebagai bentik evaluasi adanya untung atau rugi dari kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pihak terkait guna perbaikan agar lebih baik lagi untuk urusan perekonomian mereka dimasa depan. Dalam neraca ini biasanya ada dua macam pembukuan yaitu pembukuan kredit untuk menghitung dan mendata pengeluaran dan juga pembukuan debit untuk menghitung segala pemasukan yang didapat dari usaha atau aktifitas perekonomian.
Contoh Grafik Neraca Pembayaran


Neraca pembayaran dalam lingkup internasional dapat berupa seluruh data yang dicatat dari kegiatan ekonomi yang dilakukan melaui kerjasama internasional yang meliputi aktivitas perdagangan, stabilitas keuangan dan hal yang bersifat moneter antara sesame penduduk dalam negeri atau penduduk asli dan antara penduduk dalam negeri dengan penduduk luar negeri, dalam hal ini penduduk dapat juga diartikan sebagai individu maupun sebagai suatu badan atau perusahaan. Neraca ini biasanya dikeluarkan dalam jangka waktu rutin yaitu setiap satu tahun yang berisi tentang data- data yang diperoleh dengan melalui kegiatan ekkonomi yaitu aktivitas transaksi baik kredit maupun debit.
Neraca pembayaran dapat juga diartikan secara esensial yaitu suatu catatan yang merupakan system dalam aspek akuntansi yang mengukur dan membahas serta menunjukan kinerja suatu Negara dalam menjalankan kegiatan ekonomi. Pencatatan dan pendataan transaksi yang dilakukan oleh sebuah badan dari suatu Negara dapat dilakukan dengan melalui pembukuan berpasangan. Pembukuan berpasangan pendataan dan pencatatan suatu aktifitas transaksi yang memiliki data kredit di satu sesi dan data debit di sesi lainya. Dengan demikian Neraca pembayaran yang berisi tentang catatan transaksi melalui aktifitas ekonomi akan tercetak dan siap untuk menjadi sebuah laporan yang akan digunakan sebagai sebuah resensi untuk memajukan perekonomian.

Referensi: http://komponenelektronika.biz/neraca-pembayaran-pengertian-dan-fungsinya.html 

PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB 13
PERDAGANGAN LUAR NEGERI

13.3 Tingkat Daya Saing
Daya saing merupakan salah satu kriteria yang menentukan keberhasilan suatu negara di dalam perdagangan internasional. Berdasarkan badan pemeringkat daya saing dunia, IMD World Competitiveness Yearbook 2006, posisi daya saing Indonesia sangat menyedihkan. IMD World Competitiveness Yearbook (WCY) adalah sebuah laporan mengenai daya saing negara yang dipublikasikan sejak tahun 1989. Pada tahun 2000, posisi daya saing Indonesia menduduki peringkat 43 dari 49 negara. Tahun 2001 posisi daya saing Indonesia semakin menurun, yaitu menduduki peringkat 46. Selanjutnya, tahun 2002 posisi daya saingnya masih menduduki posisi bawah, yaitu peringkat 47. Lalu, tahun 2003, posisi daya saingnya malah makin terpuruk, yaitu menduduki peringkat 57. Tahun 2004 menduduki peringkat 58. Tahun 2005 Indonesia menduduki posisi 58. Tahun 2006 Indonesia telah menduduki posisi 60.
Tabel Posisi Daya Saing Indonesia
Negara
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
USA
Singapura
Malaysia
26 
28 
24 
21 
16 
28 
23
Korea
29 
29 
29 
37 
35 
29 
38
Jepang
21 
23 
27 
25 
23 
21 
17
Cina
24 
26 
28 
29 
24 
31 
19
Thailand
31 
34 
31 
30 
29 
27 
32
Indonesia
43 
46 
47 
57 
58 
59 
60
Sumber: IMD World Competitiveness Yearbook (WCY)

Data pada tabel diatas sungguh sangat memprihatinkan. Posisi daya saing yang cenderung makin menurun membuktikan bahwa banyak hal yang perlu diperbaiki di negeri ini. Sebagai negara yang memiliki wilayah daratan sebesar 1,9 juta kilometer persegi dan luas wilayah lautan lebih dari 3,2 juta kilometer persegi, serta kekayaan alamnya yang tersebar luas, sangat disayangkan karena daya saing Indonesia jauh di bawah negara tetangga.
Faktor dalam menentukan daya saing menurut IMD World Competitiveness Yearbook terbagi menjadi 4 kategori yaitu, kinerja ekonomi, efisiensi pemerintah, efisiensi bisnis, infrastruktur. Setiap kategori memiliki beberapa kriteria. IMD World Competitiveness Yearbook (WCY) memeringkat dan menganalisis kemampuan suatu negara dalam menciptakan dan menjaga lingkungan di mana perusahaan dapat bersaing. Persaingan akan membawa suatu negara lebih kompetitif dibandingkan dengan negara lain.
Kinerja ekonomi terdiri dari 77 kriteria mengenai evaluasi makro ekonomi domestik. Kriteria kinerja ekonomi meliputi ekonomi domestik, perdagangan internasional, investasi internasional, pengangguran dan harga.
Efisiensi pemerintah terdiri dari 72 kriteria mengenai kebijakan pemerintah yang mempengaruhi iklim kompetitif. Kriteria efisiensi pemerintah meliputi keuangan publik, kebijakan fiskal, kerangka kerja institusi, peraturan bisnis, dan kerangka kerja sosial.
Efisiensi bisnis terdiri dari 68 kriteria yang mempengaruhi kinerja perusahaan dalam inovasi, keuntungan dan tanggung jawab. Kriteria efisiensi bisnis meliputi produktivitas dan efisiensi, pasar tenaga kerja, pembiayaan, perilaku dan praktik manajemen.
Gambar  Pertumbuhan Ekonomi dan Permintaan Agregat Indonesia
(2000 – 2005)


Sumber : Bank Indonesia, diolah oleh DPKLTS Barasetra Pusat

Faktor infrastruktur terdiri dari 95 kriteria yang berhubungan dengan segala kebutuhan dasar untuk bisnis, teknologi, ilmiah, dan sumber daya manusia. Faktor infrastruktur meliputi infrastruktur dasar, infrastruktur teknologi, infrastruktur ilmiah, kesehatan, lingkungan dan pendidikan.
Grafik permintaan agregat Indonesia yang ditunjukkan pada gambar I.1. Permintaan agregat adalah total atau kuantitas agregat output yang bersedia dibeli pada tingkat harga yang diberikan, hal-hal lainnya konstan (Samuelson dan Nordhaus, 2004). Gambar I.1 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi cenderung didominasi oleh konsumsi dan impor. Jumlah ekspor dan investasi cenderung tidak stabil. Ekspor yang tinggi akan sangat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Untuk meningkatkan ekspor, Indonesia harus memiliki daya saing di pasar perdagangan internasional yang tinggi.
Peringkat daya saing yang semakin menurun mengindikasikan bahwa daya saing Indonesia di perdagangan internasional semakin menurun. Kekayaaan alam yang melimpah sepertinya kurang berperan dalam peningkatan daya saing Indonesia. Hal ini mengindikasikan adanya hambatan yang menyebabkan daya saing Indonesia menurun. Peran pemerintah dalam mengupayakan peningkatan daya saing seharusnya dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia di perdagangan internasional.
Permasalahan yang ada di Indonesia dalam kaitannya pada peningkatan daya saing Indonesia adalah:
1.      Bagaimana kekayaan alam Indonesia berperan dalam meningkatkan daya saing. Mengapa Indonesia yang dikenal memiliki kekayaan alam yang berlimpah akan tetapi daya saingnya rendah.
2.      Hambatan apakah yang menyebabkan produk Indonesia kalah bersaing di pasar internasional.

3.      Bagaimana peran pemerintah dalam upaya meningkatkan daya saing Indonesia.

Referensi: https://yohanli.wordpress.com/2008/07/30/peningkatan-daya-saing-indonesia-di-dalam-perdagangan-internasional/ 

13.2 perkembangan ekspor indonesia

BAB 13

PERDAGANGAN LUAR NEGERI

13.2 Perkembangan Ekspor Indonesia
Sejak tahun 1987 ekspor Indonesia mulai didominasi oleh komoditi non migas dimana pada tahun-tahun sebelumnya masih didominasi oleh ekspor migas. Pergeseran ini terjadi setelah pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan dan deregulasi di bidang ekspor, sehingga memungkinkan produsen untuk meningkatkan ekspot non migas. Pada tahun 1998 nilai ekspor non migas telah mencapai 83,88% dari total nilai ekspor Indonesia, sementara pada tahun 1999 peran nilai ekspor non migas tersebut sedikit menurun, menjadi 79,88% atau nilainya 38.873,2 juta US$ (turun 5,13%). Hal ini berkaitan erat dengan krisis moneter yang melanda indonesia sejak pertengahan tahun 1997.
Tahun 2000 terjadi peningkatan ekspor yang pesat, baik untuk total maupun tanpa migas, yaitu menjadi 62.124,0 juta US$ (27,66) untuk total ekspor dan 47.757,4 juta US$ (22,85%) untuk non migas. Namun peningkatan tersebut tidak berlanjut ditahun berikutnya. Pada tahun 2001 total ekspor hanya sebesar 56.320,9 juta US$ (menurun 9,34%), demikian juga untuk eskpor non migas yang menurun 8,53%. Di tahun 2003 ekspor mengalami peningkatan menjadi 61.058,2 juta US$ atau naik 6,82% banding eskpor tahun 2002 yang sebesar 57.158,8 juta US$. Hal yang sama terjadi pada ekspor non migas yang naik 5,24% menjadi 47.406,8 juta US$. Tahun 2004 ekspor kembali mengalami peningkatan menjadi 71.584,6 juta US$ (naik 17,24%) demikian juga ekspor non migas naik 18,0% menjadi 55.939,3 juta US$. Pada tahun 2006 nilai ekspor menembus angka 100 juta US$ menjadi 100.798,6 juta US$ atau naik 17,67%, begitu juga dengan ekspor non migas yang naik 19,81% dibandingkan tahun 2005 menjadi 79.589,1 juta US$.
Selama lima tahun terakhir, nilai impor Indonesia menunjukkan trend meningkat rata-rata sebesar 45.826,1 juta US$ per tahun. Pada tahun 2006, total impor tercatat sebesar 61.065,5 juta US$ atau meningkat sebesar 3.364,6 juta US$ (5,83%) dibandingkan tahun 2005. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya impor migas sebesar 1.505,2 juta US$ (8,62%) menjadi 18.962,9 juta US$ dan non migas sebesar 1.859,4 juta US$ (4,62%) menjadi 42.102,6 juta US$. Pada periode yang sama, peningkatan impor terbesar 54,15% dan non migas sebesar 39,51%.
Dilihat dari kontribusinya, rata-rata peranan impor migas terhadap total impor selama lima tahun terakhir mencapai 26,15% dan non migas sebesar 73.85% per tahun. Dibandingkan tahun sebelumnya, peranan impor migas meningkat dari 30,26% menjadi 31,05% di tahun 2006. Sedangkan peranan impor non migas menurun dari 69,74% menjadi 68,95%.
Peringkat daya saing yang semakin menurun mengindikasikan bahwa daya saing Indonesia di perdagangan internasional semakin menurun. Kekayaaan alam yang melimpah sepertinya kurang berperan dalam peningkatan daya saing Indonesia. Hal ini mengindikasikan adanya hambatan yang menyebabkan daya saing Indonesia menurun. Peran pemerintah dalam mengupayakan peningkatan daya saing seharusnya dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia di perdagangan internasional.
Permasalahan yang ada di Indonesia dalam kaitannya pada peningkatan daya saing Indonesia adalah:
1.      Bagaimana kekayaan alam Indonesia berperan dalam meningkatkan daya saing. Mengapa Indonesia yang dikenal memiliki kekayaan alam yang berlimpah akan tetapi daya saingnya rendah.
2.      Hambatan apakah yang menyebabkan produk Indonesia kalah bersaing di pasar internasional.

3.      Bagaimana peran pemerintah dalam upaya meningkatkan daya saing Indonesia.

13.1 teori perdagangan internasional

BAB 13
PERDAGANGAN LUAR NEGERI

13.1 Teori Perdagangan Internasional
Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor.
Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.
Ada beberapa model perdagangan internasional diantaranya:
A. Model Ricardian
Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin merupakan konsep paling penting dalam teori pedagangan internasional. Dalam Sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Juga, model Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara.
B. Model Heckscher-Ohlin
Model Heckscgher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar kelebihan komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis model tersebut tidak memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga neoklasikal kedalam teori perdagangan internasional.
Teori ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau negara-negara akan mengekspor barang yang membuat penggunaan intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang yang akan menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris dengan model H-o, dikenal sebagai Pradoks Leotief, yang dibuka dalam uji empiris oleh Wassily Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal.
C. Faktor Spesifik
Dalam model ini, mobilitas buruh antara industri satu dan yang lain sangatlah mungkin ketika modal tidak bergerak antar industri pada satu masa pendek. Faktor spesifik merujuk ke pemberian yaitu dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi, seperti modal fisik, tidak secara mudah dipindahkan antar industri. Teori mensugestikan jika ada peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari faktor produksi spesifik ke barang tersebut akan untuk pada term sebenarnya. Sebagai tambahan, pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan (seperti buruh dan modal) cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi untuk pengednalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan bagi pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam pemenuhan modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk memahami distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan. Jangan dipercaya,bohong tu.
D. Model Gravitasi

Model gravitasi perdagangan menyajikan sebuah analisa yang lebih empiris dari pola perdagangan dibanding model yang lebih teoritis diatas. Model gravitasi, pada bentuk dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya. Model ini meniru hukum gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik di antara dua benda. Model ini telah terbukti menjadi kuat secara empiris oleh analisa ekonometri. Faktor lain seperti tingkat pendapatan, hubungan diplomatik, dan kebijakan perdagangan juga dimasukkan dalam versi lebih besar dari model ini.

12.5 Prospek UKM Dalam Era Perdagangan Bebas dan Globalisasi Dunia

BAB 12

USAHA KECIL DAN MENENGAH

12.5 Prospek UKM Dalam Era Perdagangan Bebas dan Globalisasi Dunia
Bagi setiap unit usaha dari semua skala dan di semua sektor ekonomi, era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia di satu sisi akan menciptakan banyak kesempatan. Namun disisi lain juga menciptakan banyak tantangan yang apabila tidak dapat dihadapi dengan baik akan menjelma sebagai ancaman.bentuk kesempatan dan tantangan yang akan muncul tentu akan berbeda menurut jenis kegiatan ekonomi  yang berbeda. Globalisasi perekonomian dunia juga memperbesar ketidakpastian terutama karena semakin tingginya mobilisasi modal, manusia, dan sumber daya produksi lainnya serta semakin terintegrasinya kegiatan produksi, investasi, dan keuangan antar Negara yang antara lain dapat menimbulkan gejolak-gejolak ekonomi disuatu wilayah akibat pengaruh langsung dari ketidakstabilan ekonomi diwilayah lain.
Dalam era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomiian dunia, kemajuan T, penguasaan ilmu pengetahuan, dan kualitas SDM yang tinggi merupakan tiga faktor keunggulan kompetitif yang akan menjadi dominan dalam menentukan bagus tidaknya prospek dari suatu usaha. Dengan kata lain, walaupun UKM Indonesia punya banyak keunggulan komperatif dibandingkan UB seperti potensi pasar domestik yang besar , padat karya, dan ketergantungan pada M yang rendah, namun akan sulit bertahan atau berkembang jika pengusaha kecil dan menengah Indonesia tidak memiliki ketiga keunggulan kompetitif tersebut . bahkan, UKM Indonesia akan terancam tergusur dari segmen pasarnya sendiri oleh produk-produk M dengan harga yang lebih murah dan kualitas nya serta disain yang lebih baik, seperti yang terjadi sekarang dengan membanjirnya barang-barang dari cina sampai ke pasar-pasar tradisional. Sayangnya ketiga faktor keunggulan kompetitif tersebut masih merupakan kelemahan utama dari sebagian besae UKM di Indonesia.



12.4 Ekspor

BAB 12

USAHA KECIL DAN MENENGAH

12.4 Ekspor
Dalam UKM untuk merelisasikan potensi ekspor ditentukan dari kombinasi factor-faktor keunggulan yang dimiliki UKM Indonesia atas pesaing-pesaingnya.Keunggulan koperatif yang dimiliki Indonesia seperti padat karya dalam membuat produk-produk terutama barang-barang kerajinan, bahan baku yang berlimpah, sangat disayangkan SDM yang kita masih sangat lemah dalam hal mengembangkan kerajinan ini mereka kuarang mendapatkan wawasan tetang pemasaran suatu produk,manajemen dan dalam hal menggunakan proses produksi yang modern apabila mereka dapat menggunakan proses produk manajemen sangat membantu proses produksi menjadi lebih efisien.

Saat menuju Candi Borobudur, mungkin Anda pernah melewati deretan patung-patung batu di pinggir jalan. Salah satunya adalah hasil karya patung pahatan batu kali dari Studio Kinara-Kinari di Muntilan, Magelang. Studio milik Mas Edy ini sudah dikenal memiliki buyer (pembeli) tak saja dari dalam negeri, namun juga dari berbagai negara. Studio ini banyak menghasilkan karya patung batu dan aneka patung Buddha bersila dari berbagai ukuran yang dikirim ke berbagai penjuru dunia. 

Inilah sebuah contoh kegiatan ekspor yang dimotori usaha bisnis rumahan dan usaha kecil menengah (UKM). Kegiatan eksport memang tak melulu didominasi para pengusaha kelas atas. Dari bisnis rumahan dan usaha kecil menengah (UKM) bisa pula menembus pasar dunia. 

Tidak saja hasil karya seni dari batu kali. Namun apa saja yang mudah direspon di pasar internasional asal produk kreatif, khas, berkualitas, dan bernilai jual. Orang mancanegara biasa akan menyukai jenis-jenis kreativitas yang berbau etnik dan unik seperti dari Jogjakarta, Bali, Solo, dan kota lainnya. Termasuk barang kerajinan, tekstil, furnitur, garmen, dan lainnya.

Referensi: http://visimediapustaka.com/artikel-buku/215-sukses-ekspor-ke-pasar-dunia-ala-ukm 

12.3 nilai output dan nilai tambah

BAB 12

USAHA KECIL DAN MENENGAH

12.3 Nilai Output dan Nilai Tambah
Peran UKM di Indonesia dalam bentuk kontribusi output pertumbuhan PDB cukup besar.Kontribusi UK terhadap pembentukan PDB lebih kecil dibandingkan kontribusinya terhadap kesempatan kerja/rasio NOL menunjukkan bahwa tingkat produktivitas di UK lebih rendah dibandingkan di UM dan di UB .Tingkat produktivitas diukur berdasarkan L dan K (PP/ dari TFP : produktivitas dari factor-faktor produksi secara total.Pasar yang dilayani UM berbeda dengan pasar UK.Pasar UM banyak melayani masyarakat berpenghasilan menengah ke atas dengan elastisitas pendapatan positif.Pasa yangdilayani UK lebih banyak kelompok pembeli berpenghasilan rendah dengan elastisitas pendapatan negative. 

PEREKONOMIAN INDONESIA Dr.TULUS T.H.TAMBUNAN,GHALIA INDONESIA

12.2 Perkembangan Jumlah Unit dan Tenaga Kerja di UKM

BAB 12

USAHA KECIL DAN MENENGAH

12.2 Perkembangan Jumlah Unit dan Tenaga Kerja di UKM
Data statistik menunjukkan jumlah unit usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) mendekati 99,98 % terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerja yang terlibat mencapai 91,8 juta orang atau 97,3% terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia. Menurut Syarif Hasan, Menteri Koperasi dan UKM seperti dilansir sebuah media massa, bila dua tahun lalu jumlah UMKM berkisar 52,8 juta unit usaha, maka pada 2011 sudah bertambah menjadi 55,2 juta unit.  Setiap UMKM rata-rata menyerap 3-5 tenaga kerja. Maka dengan adanya penambahan sekitar 3 juta unit maka tenaga kerja yang terserap bertambah 15 juta orang. Pengangguran diharapkan menurun dari 6,8% menjadi 5 % dengan pertumbuhan UKM tersebut. Hal ini mencerminkan peran serta UKM terhadap laju pertumbuhan ekonomi memiliki signifikansi cukup tinggi bagi pemerataan ekonomi Indonesia karena memang berperan banyak pada sektor ril.

Negara besar dan kaya sumberdaya alam seperti Indonesia dengan jumlah penduduk mendekati seperempat milyar membutuhkan kegiatan ekonomi yang berpijak pada sektor ril. Investasi swasta (termasuk asing) perlu diarahkan pada penanaman modal di sektor ril bukan non riil. Aliran dana investasi yang berupa ‘hot money' hanya akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang semu dan rentan terhadap gejolak politik. Jika ini terjadi maka dapat mengganggu perekonomian bangsa secara keseluruhan.

Referensi: http://diahayu-dhayu.blogspot.com/2012/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html
PEREKONOMIAN INDONESIA Dr.TULUS T.H.TAMBUNAN,GHALIA INDONESIA

12.1 Definisi

BAB 12
USAHA KECIL DAN MENENGAH

12.1 Definisi

Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”

11.5 Strategi Pembangunan Sektor Industri

BAB 11

INDUSTRIALISASI DI INDONESIA

11.5 Strategi Dan Kebijakan Pembangunan Sektor Industri
Subtitusi Impor (inward-looking)
Promosi Ekspor (outward-looking)

Strategi industrialisasi
1. Strategi Subtitusi Impor
o Lebih menekankan pada pengembangan industry yang berorientasi pada pasar domestic
o Strategi subtitusi impor adalah industry domestic yang membuat barang menggantikan impor
o Dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan mengembangkan industry dalam negeri yang memproduksi barang pengganti impor
Pertimbangan yang lajim digunakan dalam memilih strategi ini adalah:
a. SDA dan factor produksi lain (terutama tenaga kerja) cukup tersedia
b. Potensi permintaan dalam negeri memadai
c. Pendorong perkembangan sector industry manufaktur dalam negeri
d. Dengan perkembangan industry dalam negeri, kesempatan kerja lebih luas
e. Dapat mengurangi ketergantungan impor

2. Penerapan strategi subtitusi impor dan hasilnya di Indonesia
o Industry manufaktur nasional tidak berkembang baik selama orde baru
o Ekspor manufaktur Indonesia belum berkembang dengan baik
o Kebijakan proteksi yang berlebihan selama orde baru menimbulkan high cost economy
o Teknologi yang digunakan oleh industry dalam negeri, sangat diproteksi

3. Strategi Promosi Ekspor
o Lebih berorientasi ke pasar internasional dalam pengembangan usaha dalam negeri
o Tidak ada diskriminasi dalam pemberian insentif dan fasilitas kemudahan lainnya dari pemerintah
o Dilandasi pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai jika produk yang dibuat di dalam negeri dijual di pasar ekspor
o Strategi promosi ekspor mempromosikan fleksibilitas dalam pergeseran sumber daya ekonomi yang ada mengikuti perubahan pola keunggulan komparatif

4. Kebijakan industrialisasi
o Dirombaknya system devisa sehingga transaksi luar negeri lebih bebas dan sederhana
o Dikuranginya fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara dan kebijakan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sector swasta bersama-sama dengan BUMN
o Diberlakukannya Undang-undang PMA

kuswanto.staff.gunadarma .ac.id/.../7-INDUSTRIALISASI+DAN+PERKEMBA NGAN.doc