v Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai segala
macam jenis berjanjian baik perjanjian tertulis maupun tidak tertulis,
perjanjian bernama maupun tidak bernama, dan sebagainya. Manusia sebagai
mahkluk sosial dan ekonomi sudah pasti pernah melakukan perjanjian dengan
manusia lainnya. Perjanjian itu bisa berupa formal maupun informal. Perjanjian
formal seperti perjanjian jual beli rumah, berdagang, perjanjian hukum dan
sebagainya yang di tulis di surat perjanjian dan di saksikan oleh saksi saksi.
Ataupun perjanjian informal bisa berupa perjanjian antara orang perorang yang
hanya diketahui mereka saja dan bersifat privat. Kita harus sadari bahwa dalam
kehidupan kita tidak luput dari perjanjian.
Hukum perjanjian sering diartikan sama dengan hukum
perikatan. Hal ini berdasarkan konsep dan batasan definisi pada kata perjanjian
dan perikatan. Pada dasarnya hukum perjanjian dilakukan apabila dalam sebuah
peristiwa seseorang mengikrarkan janji kepada pihak lain atau terdapat dua
pihak yang saling berjanji satu sama lain untuk melakukan suatu hal.
Sedangkan, hukum perikatan dilakukan apabila dua pihak
melakukan suatu hubungan hukum, hubungan ini memberikan hak dan kewajiban
kepada masing-masing pihak untuk memberikan hak dan kewajiban kepada
masing-masing pihak untuk memberikan tuntutan atau memenuhi tuntutan tersebut.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa hukum perjanjian akan menimbulkan hukum perikatan. Artinya tidak akan ada
kesepakatan yang mengikat seseorang jika tidak ada perjanjian tertentu yang
disepakati oleh masing masing pihak.
v Teori & Isi
ü
Menurut Hukum Privat
A.
Pengertian Perjanjian
Suatu perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain/lebih (Pasal 1313 BW). Pengertian perjanjian ini
mengandung unsur:
1. Perbuatan
Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian
ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan
hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang
memperjanjikan.
2. Pihak Pihak atau Orang orang yang terlibat
Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua
pihak yang saling berhadap-hadapandan saling memberikan pernyataan yang
cocok/pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum
3. Mengikatkan Dirinya
Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan
oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat
kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.
B.
Syarat Syarat
Terjadinya Perjanjian:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Cakap untuk membuat perikatan
Dalam Pasal 1330 BW, orang orang yang tidak cakap membuat
perikatan adalah
a)
Orang Orang yang belum
dewasa
b)
Mereka yang ditaruh di
bawah pengampunan
c)
Orang orang perempuan
(melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963,
orang-orang perempuan tidak lag digolongkan sebagai yang tidak cakap
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab atau clausa yang halal
C.
Akibat Perjanjian
Dari Pasal ini dapat
disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi kebebasan ini
dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang membuat
perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. Suatu
perjanjian tidak dapat
ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena
alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu .Perjanjian
tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya,
tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh
kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Suatu perjanjian tidak diperbolehkan
membawa kerugian kepada pihak ketiga.
D. Berakhirnya Perjanjian
Suatu perjanjian
berakhir apabila:
1. Ditentukan oleh pihak berlaku untuk waktu tertentu
2. Undang undang menentukan batas berlakunya perjanjian
3. Para pihak atau undang undang menentukan bahwa terjadinya
peristiwa tertentu maka persetujuan akan di hapus.
ü
Ditinjau Dari Hukum Publik
A.
Pengertian Perjanjian
Dalam Hukum Publik, perjanjian disini
menunjuk kepada Perjanjian Internasional. Saat ini pada masyarakat
internasional, perjanjian internasional memainkan peranan yang sangat penting
dalam mengatur kehidupan dan pergaulan antar negara. Perjanjian Internasional
pada hakekatnya merupakan sumber hukum internasiona yang utama untuk mengatur
kegiatan negara-negara atau subjek hukum internasional lainnya.
Sampai tahun 1969,
pembuatan perjanjian-perjanjian Internasional hanya diatur oleh hukum
kebiasaan. Berdasarkan draft-draft pasal-pasal yang disiapkan oleh Komisi Hukum
Internasional, diselenggarakanlah suatu Konferensi Internasional di Wina dari
tanggal 26 Maret sampai dengan 24 Mei 1968 dan dari tanggal 9 April – 22 Mei
1969 untuk mengkodifikasikan hukum kebiasaan tersebut. Konferensi kemudian
melahirkan Vienna Convention on the Law of Treaties yang
ditandatangani tanggal 23 Mei 1969. Konvensi ini mulai berlaku sejak tanggal
27Januari 1980 dan merupakan hukum internasional positif. Pasal 2 Konvensi Wina
1969 mendefinisikan perjanjian internasional (treaty)adalah suatu persetujuan
yang dibuat antar negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh hukum
internasional, apakah dalam instrumen tunggal atau dua atau lebih instrumen
yang berkaitan dan apapun nama yang diberikan kepadanya.
Pengertian tersebut
mengandung unsur:
1.
Adanya subjek Hukum
Internasional, yaitu Negara, Organisasi Internasional dan Gerakan Gerakan
Pembebasan Pengakuan negara sebagai sebagai subjek hukum internasional yang
mempunyai kapasitas penuh untuk membuat perjanjian-perjanjian internasional
tercantum dalam Pasal 6 Konvensi Wina
2.
Rezim Hukum
Internasional
Perjanjian internasional harus
tunduk pada hukum internasional dan tidak boleh tunduk pada suatu hukum
nasional tertentu. Walaupun perjanjian itu dibuat oleh negara atau organisasi
internasional namun apabila telah tunduk pada suatu hukum nasional tertentu
yang dipilih, perjanjian tersebut bukanlah perjanjian internasional.
B.
Syarat Sahnya
Perjanjian
Berbeda dengan
perjanjian dalam hukum privat yang sah dan mengikat para pihak sejak adanya
kata sepakat, namun dalam hukum publik kata sepakat hanya menunjukkan kesaksian
naskah perjanjian, bukan keabsahan perjanjian. Dan setelah perjanjian itu sah,
tidak serta merta mengikat para pihak apabila para pihak belum melakukan
ratifikasi.
Prosesnya:
1. Perundingan dimana Negara mengirimkan utusannya ke suatu
konferensi bilateral maupun multilateral
2. Penerimaan naskah perjanjian adalah penerimaan isi naskah
perjanjian oleh peserta konferensi yang ditentukan dengan persetujuan dari
semua peserta melalui pemungutan suara.
3. Kesaksian naskah perjanjian, mereupakan suatu tindakan
formal yang menyatakan bahwa naskah perjanjian tersebut telah diterima
konferensi
C.
Akibat Perjanjian
1. Bagi Negara Pihak
Pasal 26 Konvensi Wina menyatakan bahwa tiap-tiap
perjanjian yang berlaku mengikat negara-negara pihak dan harus dilaksanakan
dengan itikad baik atauin good faith. Pelaksanaan perjanjian itu dilakukan oleh
organ-organ negara yang harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjamin
pelaksanaannya. Daya ikat perjanjian didasarkan pada prinsip pacta sunt
servanda.
2. Bagi Negara Lain
Berbeda dengan perjanjian dalam lapangan hukum privat yang
tidak boleh menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak ketiga, perjanjian
nternasional dapat menimbulkan akibat bagi pihak ketiga atas persetujuan
mereka, dapat memberikan hak kepada negara-negara ketiga atau mempunyai akibat
pada negara ketiga tanpa persetujuan negara tersebut.
D.
Berakhirnya Perjanjian
1. Sesuai dengan ketentauan perjanjian itu sendiri
2. Atas persetujuan kemudian yang dituangkan dalam perjanjian
tersendiri
3. Akibat peristiwa peristiwa tertentu yang tidak
dilaksanakannya perjanjian.
Sumber:
lista.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/19365/Hukum+Perjanjian.pdf
hukum perjanjian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar