Sabtu, 30 April 2016

Hukum Dagang

v Pendahuluan
Saat ini indonesia sedang memasuki era pembangunan nasional, dimana dalam masa tersebut Indonesia harus melakukan suatu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakatnya. Kemudian globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga memungkinkan perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat yang menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya sistem jual beli baru.
Indonesia menggunakan sistem baru dalam perdagangannya, yaitu jual belionline, sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal,merata, dan menyebar ke seluruh lapisanmasyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun disadari bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuannasional berdasarkan Peraturan Perundang‐undangan demi kepentingan nasional, sebab pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional tersebut untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Akibat dari sistem baru yaitu jual beli online, terhadap hukum positif yang berlaku diindonesia, yaitu hukum perdata barat, maka terdapat beberapa hal yang perlu dikaji dandibandingkan apakah pemanfaatan teknologi online dalam proses jual beli telah sesuaidengan hukum yang berlaku di indonesia kini. Maka atas dasar itulah makalah inidibentuk, guna mengkaji apakah ketentuan-ketentuan dalam jual beli online sesuaidengan ketentuan hukum Indonesia.

v Teori dan Isi
A.      Definisi Hukum Dagang
Hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul dari lapangan perusahaan. Istilah perdagangan memiliki akar kata dagang. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) istilah  dagang diartikan sebagai pekerjaan yang berhubungan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan. Istilah dagang dipadankan dengan jual beli atau niaga. Sebagai suatu konsep, dagang secara sederhana dapat diartikan sebagai perbuatan untuk membeli barang dari suatu tempat untuk menjualnya kembali di tempat lain atau membeli barang pada suatu saat dan kemudian menjualnya kembali pada saat lain dengan maksud untuk memperoleh kuntungan. Perdagangan berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan dagang (perihal dagang) atau jual beli atau perniagaan (daden van koophandel) sebagai pekerjaan sehari-hari.
Pada zaman yang modern ini perdagangan adalah pemberian perantaraan antara produsen dan konsumen untuk membelikan dan menjualkan barang-barang yang memudahkan dan memajukan pembelian dan penjualan.
Ada beberapa macam pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen :
1.       Pekerjaan orang-orang perantara sebagai makelar, komisioner, pedagang keliling dan sebagainya.
2.       Pembentukan badan-badan usaha (asosiasi), seperti perseroan terbatas (PT), perseroan firma (VOF=Fa) Perseroan Komanditer, dsb yang tujuannya guna memajukan perdagangan.
3.       Pengangkutan untuk kepentingan lalu lintas niaga baik didarat, laut maupun udara.
4.       Pertanggungan (asuransi)yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya si pedagang dapat menutup resiko pengangkutan dengan asuransi.
5.       Perantaraan Bankir untuk membelanjakan perdagangan.
6.       Mempergunakan surat perniagaan (Wesel/ Cek) untuk melakukan pembayaran dengan cara yang mudah dan untuk memperoleh kredit.

B.      Tugas Perdagangan
Pada pokoknya Perdagangan mempunyai tugas untuk :
1.       Membawa/ memindahkan barang-barang dari tempat yang berlebihan (surplus) ke tempat yang berkekurangan (minus).
2.       Memindahkan barang-barang dari produsen ke konsumen.
3.       Menimbun dan menyimpan barang-barang itu dalam masa yang berkelebihan sampai mengancam bahaya kekurangan.

C.      Jenis Perdagangan
Pembagian jenis perdagangan, yaitu :
1.       Menurut pekerjaan yang dilakukan pedagang.
a.             Perdagangan mengumpulkan (Produsen – tengkulak – pedagang besar – eksportir)
b.            Perdagangan menyebutkan (Importir – pedagang besar – pedagang menengah – konsumen)

2.       Menurut jenis barang yang diperdagangkan
a.            Perdagangan barang, yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia (hasil pertanian, pertambangan, pabrik)
b.            Perdagangan buku, musik dan kesenian.
c.             Perdagangan uang dan kertas-kertas berharga (bursa efek)

3.       Menurut daerah, tempat perdagangan dilakukan
a.             Perdagangan dalam negeri.
b.            Perdagangan luar negeri (perdagangan internasional), meliputi :
·         Perdagangan Ekspor
·         Perdagangan Impor
c.             Perdagangan meneruskan (perdagangan transito)

D.     Usaha Perniagaan
Usaha Perniagaan adalah usaha kegiatan baik yang aktif maupun pasif, termasuk juga segala sesuatu yang menjadi perlengkapan perusahaan tertentu, yang kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan memperoleh keuntungan.
Usaha perniagaan itu meliputi :
1.       Benda-benda yang dapat diraba, dilihat serta hak-hak seperti :
a.             Gedung/ kantor perusahaan.
b.            Perlengkapan kantor : mesin hitung/ ATK dan alat-alat lainnya.
c.             Gudang beserta barang-barang yang disimpan didalamnya.
d.            Penagihan-penagihan.
e.            Hutang-hutang.
2.       Para pelanggan.
3.       Rahasia-rahasia perusahaan.
Kedudukan antara kekayaan pribadi (prive) dan kekayaan usaha perniagaan :
1.         Menurut Polak dan Molengraaff, kekayaan usaha perniagaan tidak terpisah dari kekayaan prive pengusaha. Pendapat Polak berdasarkan Ps 1131 dan 1132 KUHS
Ø  Ps 1131 : Seluruh harta kekayaan baik harta bergerak dan harta tetap dari seorang debitur, merupakan tanggungan bagi perikatan-perikatan pribadi.
Ø  Ps 1132 : Barang-barang itu merupakan tanggungan bersama bagi semua kreditur.
2.         Menurut Prof. Sukardono, sesuai Ps 6 ayat 1 KUHD tentang keharusan pembukuan yang dibebankan kepada setiap pengusaha yakni keharusan mngadakan catatan mengenai keadaan kekayaan pengusaha, baik kekayaan perusahaannya maupun kekayaan pribadinya.

E.      Sumber Hukum Dagang
Hukum Dagang di Indonesia bersumber pada :
1.       Hukum tertulis yang dikodifikasikan
a.       KUHD
b.      KUHS
2.       Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan yaitu peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan.
KUHD mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 Mei 1848 berdasarkan asas konkordansi.
Menurut Prof. Subekti SH, adanya KUHD disamping KUHS sekrang ini tidak pada tempatnya, karena KUHD tidak lain adalah KUHPerdata. Dan perkataan “dagang” bukan suatu pengertian hukum melainkan suatu pengertian perekonomian.
Pentingnya suatu Perusahaan memegang buku (Ps 6 KUHD)
1.      Sebagai catatan mengenai :
a.           Keadaan kekayaan perusahaan itu sendiri – berkaitan dengan keharusan menanggung hutang piutang
b.          Segala hal ihwal mengenai perusahaan itu.
2.      Dari sudut hukum pembuktian (Ps 7 KUHD Jo Ps 1881 KUHS), misalnya dengan adanya pembukuan yang rapi, hakim dapat mengambil keputusan yang tepat jika ada persengketaan antara 2 orang pedagang mengenai kwalitas barang yang diperjanjikan.

F.       Asas Hukum Dagang
Pengertian Dagang (dalam arti ekonomi), yaitu segala perbuatan perantara antara produsen dan konsumen.
Pengertian Perusahaan, yaitu seorang yang bertindak keluar untuk mencari keuntungan dengan suatu cara dimana yang bersangkutan menurut imbangannya lebih banyak menggunakan modal dari pada menggunakan tenaganya sendiri.
Pentingnya pengertian perusahaan :
1.          Kewajiban “memegang buku” tentang perusahaan yang bersangkutan.
2.          Perseroan Firma selalu melakukan Perusahaan.
3.          Pada umumnya suatu akte dibawah tangan yang berisi pengakuan dari suatu pihak, hanya mempunyai kekuatan pembuktian jika ditulis sendiri oleh si berhutang atau dibubuhi tanda persetujuan yang menyebutkan jumlah uang pinjaman, tapi peraturan ini tidak berlaku terhadap hutang-hutang perusahaan.
4.          Barang siapa melakukan suatu Perusahaan adalah seorang “pedagang” dalam pengertian KUHD
5.          Siapa saja yang melakukan suatu Perusahaan diwajibkan, apabila diminta, memperlihatkan buku-bukunya kepada pegawai jawatan pajak.
6.          Suatu putusan hakim dapat dijalankan dengan paksaan badan terhadap tiap orang yang telah menanda tangani surat wesel/ cek, tapi terhadap seorang yang menandatangani surat order atau surat dagang lainnya, paksaan badan hanya diperbolehkan jika suart-surat itu mengenai perusahaannya.

DAFTAR PUSTAKA
Neltje F. Katuuk, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Universitas Gunadarma, Cetakan 1, 1994.
Ridwan Khairandy dkk, S.H., M.H., Pengantar Hukum Dagang Indonesia, Yogyakarta: Gama Media, 1999
Drs. C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1989

Sabtu, 23 April 2016

Hukum Perjanjian

v  Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai segala macam jenis berjanjian baik perjanjian tertulis maupun tidak tertulis, perjanjian bernama maupun tidak bernama, dan sebagainya. Manusia sebagai mahkluk sosial dan ekonomi sudah pasti pernah melakukan perjanjian dengan manusia lainnya. Perjanjian itu bisa berupa formal maupun informal. Perjanjian formal seperti perjanjian jual beli rumah, berdagang, perjanjian hukum dan sebagainya yang di tulis di surat perjanjian dan di saksikan oleh saksi saksi. Ataupun perjanjian informal bisa berupa perjanjian antara orang perorang yang hanya diketahui mereka saja dan bersifat privat. Kita harus sadari bahwa dalam kehidupan kita tidak luput dari perjanjian.
Hukum perjanjian sering diartikan sama dengan hukum perikatan. Hal ini berdasarkan konsep dan batasan definisi pada kata perjanjian dan perikatan. Pada dasarnya hukum perjanjian dilakukan apabila dalam sebuah peristiwa seseorang mengikrarkan janji kepada pihak lain atau terdapat dua pihak yang saling berjanji satu sama lain untuk melakukan suatu hal.
Sedangkan, hukum perikatan dilakukan apabila dua pihak melakukan suatu hubungan hukum, hubungan ini memberikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk memberikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk memberikan tuntutan atau memenuhi tuntutan tersebut.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum perjanjian akan menimbulkan hukum perikatan. Artinya tidak akan ada kesepakatan yang mengikat seseorang jika tidak ada perjanjian tertentu yang disepakati oleh masing masing pihak.

v  Teori & Isi

ü  Menurut Hukum Privat

A.     Pengertian Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal 1313 BW). Pengertian perjanjian ini mengandung unsur:
1.       Perbuatan
Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan.
2.       Pihak Pihak atau Orang orang yang terlibat
Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapandan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum
3.       Mengikatkan Dirinya
Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.

B.     Syarat Syarat Terjadinya Perjanjian:

1.       Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2.       Cakap untuk membuat perikatan
Dalam Pasal 1330 BW, orang orang yang tidak cakap membuat perikatan adalah
a)      Orang Orang yang belum dewasa
b)     Mereka yang ditaruh di bawah pengampunan
c)      Orang orang perempuan (melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963, orang-orang perempuan tidak lag digolongkan sebagai yang tidak cakap
3.       Suatu hal tertentu
4.       Suatu sebab atau clausa yang halal

C.      Akibat Perjanjian
Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. Suatu
perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu .Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.
D.     Berakhirnya Perjanjian
Suatu perjanjian berakhir apabila:
1.       Ditentukan oleh pihak berlaku untuk waktu tertentu
2.       Undang undang menentukan batas berlakunya perjanjian
3.       Para pihak atau undang undang menentukan bahwa terjadinya peristiwa tertentu maka persetujuan akan di hapus.

ü  Ditinjau Dari Hukum Publik

A.     Pengertian Perjanjian
Dalam Hukum Publik, perjanjian disini menunjuk kepada Perjanjian Internasional. Saat ini pada masyarakat internasional, perjanjian internasional memainkan peranan yang sangat penting dalam mengatur kehidupan dan pergaulan antar negara. Perjanjian Internasional pada hakekatnya merupakan sumber hukum internasiona yang utama untuk mengatur kegiatan negara-negara atau subjek hukum internasional lainnya.
Sampai tahun 1969, pembuatan perjanjian-perjanjian Internasional hanya diatur oleh hukum kebiasaan. Berdasarkan draft-draft pasal-pasal yang disiapkan oleh Komisi Hukum Internasional, diselenggarakanlah suatu Konferensi Internasional di Wina dari tanggal 26 Maret sampai dengan 24 Mei 1968 dan dari tanggal 9 April – 22 Mei 1969 untuk mengkodifikasikan hukum kebiasaan tersebut. Konferensi kemudian melahirkan Vienna Convention on the Law of Treaties yang ditandatangani tanggal 23 Mei 1969. Konvensi ini mulai berlaku sejak tanggal 27Januari 1980 dan merupakan hukum internasional positif. Pasal 2 Konvensi Wina 1969 mendefinisikan perjanjian internasional (treaty)adalah suatu persetujuan yang dibuat antar negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh hukum internasional, apakah dalam instrumen tunggal atau dua atau lebih instrumen yang berkaitan dan apapun nama yang diberikan kepadanya.
Pengertian tersebut mengandung unsur:
1.       Adanya subjek Hukum Internasional, yaitu Negara, Organisasi Internasional dan Gerakan Gerakan Pembebasan Pengakuan negara sebagai sebagai subjek hukum internasional yang mempunyai kapasitas penuh untuk membuat perjanjian-perjanjian internasional tercantum dalam Pasal 6 Konvensi Wina
2.       Rezim Hukum Internasional
Perjanjian internasional harus tunduk pada hukum internasional dan tidak boleh tunduk pada suatu hukum nasional tertentu. Walaupun perjanjian itu dibuat oleh negara atau organisasi internasional namun apabila telah tunduk pada suatu hukum nasional tertentu yang dipilih, perjanjian tersebut bukanlah perjanjian internasional.

B.     Syarat Sahnya Perjanjian
Berbeda dengan perjanjian dalam hukum privat yang sah dan mengikat para pihak sejak adanya kata sepakat, namun dalam hukum publik kata sepakat hanya menunjukkan kesaksian naskah perjanjian, bukan keabsahan perjanjian. Dan setelah perjanjian itu sah, tidak serta merta mengikat para pihak apabila para pihak belum melakukan ratifikasi.
Prosesnya:
1.       Perundingan dimana Negara mengirimkan utusannya ke suatu konferensi bilateral maupun multilateral
2.       Penerimaan naskah perjanjian adalah penerimaan isi naskah perjanjian oleh peserta konferensi yang ditentukan dengan persetujuan dari semua peserta melalui pemungutan suara.
3.       Kesaksian naskah perjanjian, mereupakan suatu tindakan formal yang menyatakan bahwa naskah perjanjian tersebut telah diterima konferensi

C.      Akibat Perjanjian

1.       Bagi Negara Pihak
Pasal 26 Konvensi Wina menyatakan bahwa tiap-tiap perjanjian yang berlaku mengikat negara-negara pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik atauin good faith. Pelaksanaan perjanjian itu dilakukan oleh organ-organ negara yang harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjamin pelaksanaannya. Daya ikat perjanjian didasarkan pada prinsip pacta sunt servanda.

2.       Bagi Negara Lain
Berbeda dengan perjanjian dalam lapangan hukum privat yang tidak boleh menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak ketiga, perjanjian nternasional dapat menimbulkan akibat bagi pihak ketiga atas persetujuan mereka, dapat memberikan hak kepada negara-negara ketiga atau mempunyai akibat pada negara ketiga tanpa persetujuan negara tersebut.

D.     Berakhirnya Perjanjian

1.       Sesuai dengan ketentauan perjanjian itu sendiri
2.       Atas persetujuan kemudian yang dituangkan dalam perjanjian tersendiri
3.       Akibat peristiwa peristiwa tertentu yang tidak dilaksanakannya perjanjian.

Sumber:
lista.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/19365/Hukum+Perjanjian.pdf hukum perjanjian

Jumat, 15 April 2016

Hukum Perikatan


v  PENDAHULUAN

Manusia hidup dan berkembang dalam suatu susunan masyarakat sosial yang mana di dalamnya terdapat saling ketergantungan satu sama lain, seorang manusia tidak akan dapat hidup sendiri dan akan selalu membutuhkan orang yang lain untuk mendampingi hidupnya.
Berbicara mengenai kehidupan masyarakat tentu tidak terlepas dari yang namanya kehidupan sosial, dalam struktur kehidupan bermasyarakat tentu terdapat berbagai hal yang dianggap sebagai pengatur yang bersifat kekal, mengikat dan memiliki sanksi yang tegas  bagi para pelanggarnya. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai hukum. Hukum yang kini akan kita bahas merupakan hukum yang mengatur segala bentuk tindakan antar perseorangan atau antar sesama manusia, hukum ini dapat kita sebut sebagai hukum perdata.
Dalam hukum perdata ini banyak sekali hal yang dapat menjadi cangkupannya, salah satunya adalah perikatan. Perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan.
Di dalam hukum perikatan setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimana pun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang. Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian.



v  TEORI & ISI

Ø  Pengertian Hukum Perikatan

Hukum perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaanantara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibathukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan.

Di dalam hukum perikatan setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harushalal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.

Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yangsifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telahdisepakati dalam perjanjian.

Ø Unsur-Unsur Perikatan
a.    Subjek perikatan
Subjek perikatan disebut juga pelaku perikatan. Perikatan yang dimaksud meliputi perikatan yang terjadi karena perjanjian dan karena ketentuan Undang-Undang. Pelaku perikatan terdiri atas manusia pribadi dan dapat juga badan hukum atau persekutuan. Setiap pelaku perikatan yang mengadakan perikatan harus:
1)      Ada kebebasan menyatakan kehendaknya sendiri
2)      Tidak ada paksaan dari pihak manapun
3)      Tidak ada penipuan dari salah satu pihak, dan
4)      Tidak ada kekhilafan pihak-pihak yang bersangkutan
b.   Wenang berbuat
          Setiap pihak dalam dalam perikatan harus wenang berbuat menurut hukum dalam mencapai persetujuan kehendak (ijab kabul). Persetujuan kehendak adalah pernyataan saling memberi dan menerima secara riil dalam bentuk tindakan nyata, pihak yang satu menyatakan memberi sesuatau kepada yang dan menerima seseuatu dari pihak lain. Dengan kata lain, persetujuan kehendak (ijab kabul) adalah pernyataan saling memberi dan menerima secara riil yang mengikat kedua pihak. Setiap hak dalam perikatan harus memenuhi syarat-syarat wenang berbuat menurut hukum yang ditentukan oleh undang-undang sebagai berikut:
1)      Sudah dewasa, artinya sudah berumur 21 tahun penuh
2)      Walaupun belum dewasa, tetapi sudah pernah menikah
3)      Dalam keadaan sehat akal (tidak gila)
4)      Tidak berada dibawah pengampuan
5)      Memiliki surat kuasa jika mewakili pihak lain
Perstujuan pihak merupakan perjanjian yang dilakukan oleh dua pihak untuk saling memenuhi kewajiban dan saling memperoleh hak dalam setiap perikatan. Persetujuan kehendak juga menetukan saat kedua pihak mengakhiri perikatan karena tujuan pihak sudah tercapai. Oleh sebab itu, dapat dinyatakan bahwa perikatan menurut sistem hukum prdata, baru dalam taraf menimbulkan kewajiban dan hak pihak-pihak, sedangkan persetujuan kehendak adalah pelaksanaan atau realisasi kewajiban dan pihak-pihak sehingga kedua belah pihak memperoleh hak masing-masing.
Bagaimana jika halnya salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sehingga pihak lainnya tidak memperoleh hak dalam perikatan ? dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pihak yang tidak memenuhi kewajibannya itu telah melakukan wanprestasi yang merugikan pihak lain. Dengan kata lain, perjanjian tersebut dilanggar oleh salah satu pihak.
c.    Objek perikatan
          Objek perikatan dalam hukum perdata selalu berupa benda. Benda adalah setiap barang dan hak halal yang dapat dimiliki dan dinikmati orang. Dapat dimilik dan dinikmati orang maksudnya memberi manfaat atau mendatangkan keuntungan secara halal bagi orang yang memilikinya.
          Benda objek perikatan dapat berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda bergerak adalah benda yang dapat diangkat dan dipindahkan, seperti motor, mobil, hewan ternak. Sedangkan benda tidak bergerak adalah benda yang tidak dapat dipindahkan dan diangkat, seperti rumah, gedung. Apabila benda dijadikan objek perikatan, benda tersebut harus memenuhi syarat seperti yang ditetapkan oleh undang-undang. Syarat-syarat tersebut adalah :
1)      Benda dalam perdagangan
2)      Benda tertentu atau tidak dapat ditentukan
3)      Benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud
4)      Benda tersebut tidak dilarang oleh Undang-Undang atau benda halal
5)      Benda tersebut ada pemiliknya dan dalam pengawasan pemiliknya
6)      Benda tersebut dapat diserahkan oleh pemiliknya
7)      Benda itu dalam penguasaan pihak lain berdasar alas hak sah
d. Tujuan perikatan
Tujuan pihak-pihak mengadakan perikatan adalah terpenuhinya prestasi bagi kedua belah pihak. Prestasi yang dimaksud harus halal, artinya tidak dilarang Undang-Undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan masyarakat. Prestasi tersebut dapat berbentuk kewajiban memberikan sesuatu, kewajiban melakukan sesuatu (jasa), atau kewajiban tidak melakukan sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata).

Ø  Dasar Hukum Perikatan

Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
·         Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
·         Perikatan yang timbul dari undang-undang.
·         Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming).

Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
·         Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
·         Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
·         Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.


Ø  Asas-asas Dalam Hukum Perikatan

1.     Asas kebebasan berkontrak
Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang belum diatur dalam undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPdt).

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
1.                    Membuat atau tidak membuat perjanjian;
2.                    Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
3.                    Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
4.                    Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.

Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rosseau. Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya.

Dalam hukum kontrak, asas ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”. Teori leisbet fair in menganggap bahwa the invisible hand akan menjamin kelangsungan jalannya persaingan bebas. Karena pemerintah sama sekali tidak boleh mengadakan intervensi didalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Paham individualisme memberikan peluang yang luas kepada golongan kuat ekonomi untuk menguasai golongan lemah ekonomi. Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah. Pihak yang lemah berada dalam cengkeraman pihak yang kuat seperti yang diungkap dalam exploitation de homme par l’homme.

2.     Asas Konsesualisme

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPdt. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Didalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan).

Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Yang artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPdt adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.

3.     Asas Kepastian Hukum

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.

Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti sebagai pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata sepakat saja.

4.     Asas Itikad Baik (Good Faith)

Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi (relative) dan itikad baik mutlak.

Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.

5.     Asas Kepribadian (Personality)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt.

Pasal 1315 KUHPdt menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.


Ø PRESTASI DAN WANPRESTASI
1.      Prestasi
Prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitor dalam setiap perikatan. Prestasi adalah objek perikatan. Dalam hukum perdata kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan debitor. Dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPdt dinyatakan bahwa harta kekayaan debitor, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan pemenuhan utangnya terhadap kreditor. Namun, jaminan umum ini dapat dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian antara pihak-pihak.

Menurut ketentuan Pasal 1234 KUHPdt, selalu ada tiga kemungkinan wujud prestasi, yaitu:
a.    Memberikan sesuatu, misalnya, menyerahkan benda, membayar harga benda, dan   memberikan hibah penelitian.
b.   Melakukan sesuatu, misalnya, membuatkan pagar pekarangan rumah, mengangkut barang tertentu, dan menyimpan rahasia perusahaan.
c.    Tidak melakukan sesuatu, misalnya, tidak melakukan persaingan curang, tidak melakukan dumping, dan tidak menggunakan merek orang lain.

2.       Sifat Prestasi
Sifat-sifat prestasi yang perlu diketahui oleh debitor adalah:
a.  Prestasi harus sudah tertentu atau dapat ditentukan. Sifat ini memungkinkan debitor memenuhi perikatan. Jika prestasi itu tidak tertentu atau tidak dapat ditentukan, mengakibatkan perikatan itu batal (nietig).
b.  Prestasi itu harus mungkin. Artinya, prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitor secara wajar dengan segala upayanya. Jika tidak demikian, perikatan itu dapat dibatalkan (vernietigbaar)
c.  Prestasi itu harus dibolehkan (halal). Artinya, tidak dilarang oleh Undang-Undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan masyarakat. Jika prestasi tidak halal, perikatan itu batal (nietig)
d.  Prestasi itu harus ada manfaat bagi kreditor. Artinya, kreditor dapat menggunakan, menikmati, dan mengambil hasilnya. Jika tidak demikian, perikatan itu dapat dibatalkan (vernietigbaar)
e.  Prestasi itu terdiri atas satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika prestasi berupa satu kali perbuatan dilakukan lebih dari satu kali, dapat mengakibatkan pembatalan perikatan (vernietigbaar). Satu kali perbuatan itu maksudnya pemenuhan mengakhiri perikatan, sedangkan lebih dari satu kali perbuatan maksudnya pemenuhan yang terakhir mengakhiri perikatan.

3.      Wanprestasi
Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitor karena dua kemungkinan alasan, yaitu:
a.       Karena kesalahan debitor, baik karena kesengajaan maupun kelalaian dan
b.      Karena keadaan memaksa (force majeure, diluar kemampuan debitor.Jadi, debitor tidak bersalah.

Untuk menentukan apakah seorang debitor bersalah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitor diakatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi. Dalam hal ini, ada tiga keadaan, yaitu:
1.      Debitor tidak memnuhi prestasi sama sekali;
2.      Debitor memenuhi prestasi, tetapi tidak baika atau keliru; dan
3.      Debitor memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau terlambat.

Untuk mengetahui sejak kapan debitor dalam keadaan wanprestasi, perlu diperhatikan apakah dalam perikatan itu ditentukan jangka waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak? Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan, perlu memperingatkan debitor supaya dia memenuhi prestasi. Dalam hal telah ditentukan tenggang waktunya, menurut ketentuan Pasal 1238 KUHPdt debitor dianggap lalai dengan lewatnya tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perikatan.

Bagaimana cara memperingatkan debitor supaya dia memenuhi prestasinya? Debitor perlu diberi peringatan tertulis, yang isinya menyatakan bahwa debitor wajib memenuhi prestasi dalam waktu yang ditentukan. Jika dalam waktu itu debitor tidak memenuhinya, debitor dinyatakan telah lalai atau wanprestasi.

Peringatan tertulis dapat dilakukan secara resmi dan dapat juga secara tidak resmi. Peringatan tertulis secara resmi dilakukan melalui pengadilan negeri yang berwenang, yang disebut sommatie. Kemudian, pengadilan negeri dengan perantaraan juru sita menyampaikan surat peringatan tersebut kepada debitor yang disertai berita acara penyampaiannya. Peringatan tertulis tidak resmi, misalnya, melalui surat tercatat, telegram, faksimile, atau disampaikan senidri oleh kreditor kepada debitor dengan tanda terima. Surat peringatan ini disebut ingebreke stelling.

Akibat hukum bagi debitor yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi hukum berikut ini:
a.       Debitor diwajibkan membayar ganti kerugian yang diderita oleh kreditor (Pasal 1243 KUHPdt).
b.      Apabila perikatan itutimbal balik, kreditor dapat menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan melalui pengadilan (Pasal 1266 KUHPdt)
c.       Perikatan untuk memberikan sesuatu, risiko beralih kepada debitor sejak terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUHPdt)
d.     Debitor diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan atau pembatalan disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUHPdt)
e.      Debitor wajib membayar biaya perkara jika diperkarakan di muka pengadilan negeri dan debitor dinyatakan bersalah

Ø  Hapusnya Hukum Perikatan

Pasal 1381 secara tegas menyebutkan sepuluh cara hapusnya perikatan. Cara-cara tersebut adalah:
·                     Pembayaran.
·                     Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi).
·                     Pembaharuan utang (novasi).
·                     Perjumpaan utang atau kompensasi.
·                     Percampuran utang (konfusio).
·                     Pembebasan utang.
·                     Musnahnya barang terutang.
·                     Batal/ pembatalan.
·                     Berlakunya suatu syarat batal.
·                     Dan lewatnya waktu (daluarsa).


Pembayaran

Pembayaran dalam arti sempit adalah pelunasan utang oleh debitur kepada kreditur, pembayaran seperti ini dilakukan dalam bentuk uang atau barang. Sedangkan pengertian pembayaran dalam arti yuridis tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk jasa seperti jasa dokter, tukang bedah, jasa tukang cukur atau guru privat.

Konsignasi

Konsignasi terjadi apabila seorang kreditur menolak pembayaran yang dilakukan oleh debitur, debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas utangnya, dan jika kreditur masih menolak, debitur dapat menitipkan uang atau barangnya di pengadilan.

Novasi

Novasi adalah sebuah persetujuan, dimana suatu perikatan telah dibatalkan dan sekaligus suatu perikatan lain harus dihidupkan, yang ditempatkan di tempat yang asli. Ada tiga macam jalan untuk melaksanakan suatu novasi atau pembaharuan utang yakni:
1.        Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang mengutangkannya, yang menggantikan utang yang lama yang dihapuskan karenanya. Novasi ini disebut novasi objektif.
2.        Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh siberpiutang dibebaskan dari perikatannya (ini dinamakan novasi subjektif pasif).
3.        Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya (novasi subjektif aktif).

Kompensasi

Yang dimaksud dengan kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur.

Konfusio

Konfusio adalah percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu. Misalnya si debitur dalam suatu testamen ditunjuk sebagai waris tunggal oleh krediturnya, atau sidebitur kawin dengan krediturnya dalam suatu persatuan harta kawin.


Referensi:
Setiawan. 1977. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: Bina Cipta.
http://www.negarahukum.com/hukum/hapusnya-perikatan.html