PERMODALAN
KOPERASI
A. ARTI
MODAL BAGI KOPERASI
Menurut beberapa ahli mendefinisikan dari koperasi,prof. R.S.soeriaatmadja telah
memberikan penekananya pada “koperasi adalah kumpulan dari orang-orang .....”
Maksud dari
pemberian penekanan tersebut adalah untuk menjelaskan bahwa koperasi itu
bukanlah kumpulan dari modal (pemodal),seperti halnya pada perseroan
terbatas,dimana besar kecilnya modal yang ditanam oleh peserta atau pemilik
modal tersebut menentukan besar kecilnya hak suara seseorang anggota dalam
kebijaksanaan dan dalam pengelolaan usaha perusahaan.
Karena itu meskipun prof. R.S. soeraatmadja memberikan
definisikan kepada koperasi memberikan tekanan pada “kumpulan orang-orang”,ini
tidaklah berarti bahwa modal itu tidak penting bagi koperasi atau hanya
merupakan sesuatu subordinate part saja.Seperti halnya bagi perseroan
terbatas ,modal bagi koperasi itu adalah darah bagi manusia.
Berapa modal yang diperlukan oleh suatu koperasi sudah harus bisa ditentukan dalam proses
pengorganisasian atau pada waktu pendirianya dengan rincianya berapa untuk
modal tetap atau yang disebut juga sebagai modal jangka panjang dan beberapa
modal kerja yang disebut sebagai modal jangka pendek dan masih membutuhkan
beberapa dana untuk membiayai pengeluaran selama pendirianya atau dana
pengorganisasian (organizational funds).
Modal jangka panjang diperlukan untuk menyediakan fasilitas
fisik bagi koperasi,seperti contoh untuk pembelian tanah,gedung,mesin dan
kendaraan yang dibutuhkan oleh koperasi.
Modal jangka pendek diperlukan untuk membiayai kegiatan
operasional koperasi,seperti contoh gaji,pembelian bahan baku,pembayaran pajak
dan asuransi,biaya penelitian dll. Seperti kegiatan pemberian simpan pinjam
modal kepada angota-anggota,modal kerja ini disebut juga sebagai cirulating capital.
Dana pendirian atau pengorganisasian (organization
funds) digunakan untuk membiayaipengeluaran koperasi selama dalam proses
pendirian atau pengorganisasian,sebelum organisasi bisa beroprasi seperti izin
untuk pendirian,izin usaha,pembuatan anggaran dasar dan rencana kerja dan
lain - lain.
Dilihat dari keperluan-keperluan tersebut diatas,jelaslah
bahwa modal itu merupakan sarana untuk melaksanakan usaha-usaha koperasi.Di
dalam neraca,modal dilihat dari sumbernya,tampak dari sisi kredit atau pasiva,sedangkan
dilihat dalam bentuk kongkretnya, modal dalam neraca tanpak dalam posisi debet
atau aktiva.
Modal adalah merupakan salah satu faktor produksi,tetapi
hingga sekarang di antara para ahli ekonomi sendiri belum ada persamaan
pendapat tentang apa yang di sebut dengan modal itu dan tampaknya dalam
sejarahnya,pengertian dari modal berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu.
Koperasi harus mempunyai rencana pembelanjaan yang
konsisten dengan asas-asas koperasi dengan memperhatikan perundang-undangan
yang berlaku dengan ketentuan administrasi.Ada beberapa prinsip-prinsip yang
harus dipatuhi oleh koperasi dalam kaitanya dengan permodalan ini,yaitu :
1. Bahwa
pengendalian dan pengelolaan koperasi harus tetap berada di tangan anggota dan
tidak perlu dikaitkan dengan anggota dalam koperasi (member investors) dan belaku
ketentuan,satu anggota satu suara.
2. Bahwa
modal harus dimanfaatkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat bagi anggota.
3. Bahwa
kepada modal hanya diberikan balas jasa yang terbatas.Ini adalah sesuai dengan
asas koperasi yaitu “Limitedreturns on equity capital”.
4. Bahwa
untuk membiayai usaha-usahanya secara efisien,koperasi pada dasarnya
membutuhkan modal yang cukup.
5. Bahwa
usaha-usaha dari koperasi harus dapat membantu pembentukan modal baru. Hal itu
di antaranya dapat dilakukan dengan menahan sebagian dari keuntungan (SHU) dan
tidak membagi-bagikan semua kepada anggota.
6. Bahwa
kepada saham koperasi (share),yang di indonesia adalah ekuivalen dengan
simpanan pokok,tidak bisa diberikan suatu premi di atas nilai nominalnya.
B. SUMBER
– SUMBER PERMODALAN
Terlepas
dari pengertian atau definisi yang diterangkan diatas kita dapat memahami
pengertian modal dari beberapa segi, misalnya dari segi asalnya atau sumbernya
atau dari pemilikannya seperti yang dapat ditemukan dalam Undang – Undang
NO.25/1992 tentang perkoperasian yang mengatakan bahwa modal koperasi itu
terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.
a) Menurut
Undang – Undang No.12/1967
Dalam Undang Undang
NO. 12/1967 tentang pokok – pokok perkoperasian Pasal 32 ayat (1) ditentukan bahwa modal koperasi itu terdiri
dari dan dipupuk dari simpanan – simpanan, pinjaman – pinjaman, penyisihan dari
hasil usahanya termasuk cadangan serta sumber – sumber lain. Kemudian dalam
ayat (2) dikatakan bahwa simpanan anggota di koperasi terdiri dari :
-
Simpanan pokok
-
Simpanan wajib
-
Simpanan sukarela
Masing
– masing dari jenis simpanan tersebut memiliki tanggung jawab yang berbeda –
beda terhadap kerugian yang terjadi atau seandainya koperasi itu dibubarkan.
Pengertian modal disini lebih dilihat dari segi wujud atau sebagai bukti
(evidence). Masing – masing jenis simpanan tersebut dalam Undang – Undang No.
12/1967 diberikan definisi sebagai berikut ini :
-
Simpanan
pokok adalah jumlah uang yang diwajibkan
kepada anggota untuk diserahkan kepada koperasi pada waktu seseorang masuk
menjadi anggota koperasi tersebut dan besarnya sama untuk semua anggota.
Simpanan ini tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi
anggota. Simpanan pokok ini ikut menanggung kerugian.
-
Simpanan
wajib adalah simpanan tertentu yang
diwajibkan kepada anggota untuk membayarnya kepada koperasi pada waktu – waktu
tertentu, misalnya ditarik pada waktu penjualan barang – barang atau ditarik
pada waktu anggota menerima kredit dari koperasi dan sebagainya. Simpanan wajib
ini tidak ikut menanggung kerugian.
-
Simpanan
sukarela adalah yang diadakan oleh anggota atas
dasar sukarela atau berdasarkan perjanjian – perjanjian atau peraturan –
peraturan khusus. Simpanan sukarela tersebut bisa saja diadakan misalnya dalam
rangka hari raya atau simpanan sukarela tersebut disimpan untuk suatu jangka
waktu tertentu yang dimana kepada kepemilikannya dapat diberikan suatu imbalan
jasa.
Pada
tahun 50-an modal koperasi yang digunakan untuk membiayai keperluan – keperluan
koperasi tersebut seperti diatas, umumnya berasal dari anggota sendiri saja
yang berwujud simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela dan cadangan.
Pola pemikiran bahwa sebaiknya usaha koperasi itu dibiayai dengan modal dari
dalam sendiri secara bertahap dari surut hingga sekarang ini telah banyak
bermunculan koperasi – koperasi skala sedang dan skala cukup besar dengan
bantuan modal pinjaman, terutama pada tingkatan induknya.
Perubahan
yang mengarah pada kemajuan ini dikimungkinkan karena sikap dan cara berpikir
dari gerakan koperasi Indonesia yang dinamis disamping perkembangan perundang –
undangan koperasi yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan koperasi ke arah
yang positif seperti Undang – Undang No. 12/1967 yang meletakkan dasar – dasar
pemikiran ekonomi dan Undang – Undang No. 25/1992 tentang pengkoperasian yang
telah memberikan keleluasaan bagi penggalian dan pengembangan modal koperasi.
b) Menurut
Undang – Undang No.25/1992
Undang – undang No.
25/1992 dengan tegas telah membagi modal koperasi dalam modal sendiri (equity
capital) dan modal pinjaman (dept capital).
1. Modal
Sendiri (equity capital).
Modal
ekuiti adalah modal yang disediakan oleh pemilik modal, dalam hal ini anggota
sebagai dasar bagi penanaman modal yang memungkinkan koperasi melakukan
usaha.Modal ini merupakan modal beresiko (risk capital) karena pemilik modal
tersebut merupakan pemilik dari koperasi yang bersangkutan. Pada likuidasi ini
mungkin sebagian dari modal tersebut akan digunakan untuk membayar klaim pihak
ketiga tergantung dari solvabilitas koperasi yang bersangkutan dan ketentuan
dalam anggaran dasarnya.
Di Indonesia tercantum dalam Pasal 41
dari UU No. 25/1992 modal ekuiti itu terdiri dari:
·
Simpanan pokok, adalah
sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada
koperasi pada saat masuk menjadi anggota.
·
Simpanan wajib, adalah
sejumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar oleh
anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu.
·
Dana cadangan, adalah
sejumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar oleh
anggota koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu.
·
Hibah, adalah satu
pemberian atau hadiah dari seseorang semasa hidupnya. Hibah dapat berbentuk
wasiat.
Suatu
ketentuan dari Bank Indonesia yang member pembatasan terhadap jumlah kredit
yang boleh diberikan oleh bank kepada debitur atau grup debitur dibandingkan
dengan modal ekuitinya yang dikenal dengan istilah Legal Lending Limit (3L) yang besarnya oleh bank Indonesia pada
saat ini ditetapkan 20%. Sebelum dikeluarkannya UU No.25/1992, modal sendiri
terdiri dari simpanan pokok, akan tetapi setelah dikeluarkannya UU No.25/1992
tersebut, simpanan wajib dimasukan dalam modal sendiri.
Selain
diwujudkan dalam bentuk simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan dan
hibah, modal ekuiti dapat pula bersumber pada modal penyertaan (Pasal 42) yang
dikatakan bahwa : “pemupukan modal dari modal penyertaan baik yang bersumber
dari pemerintah maupun dari masyarakat dilaksanakan dalam rangka memperkuat
usaha kegiatan koperasi terutama yang berbentuk investasi. Modal penyertaan
ikut menanggung resiko”.
2. Modal
Pinjaman (dept capital).
Pembedaan
antara modal sendiri dan modal pinjaman sangat penting bagi koperasi selain
sebab – sebab seperti tersebut diatas juga karena sebab lain.
Undang – undang
koperasi No. 25/1992 sengaja tidak menyebut – nyebutkan adanya simpangan
sukarela dalam permodalan koperasi, karena jenis simpanan sukarela sudah
tersirat dalam modal pinjaman, seperti yang tertera dalam pasal 41 ayat 3, yang
mengatakan bahwa modal pinjaman dapat berasal dari :
·
Anggota
·
Koperasi lainnya atau
anggotanya
·
Bank dan lembaga
keuangan lainnya
·
Penerbitan obligasi
dan surat hutang lainnya
·
Sumber lain yang sah
Sumber
permodalan dari anggota sulit bisa diharapkan oleh koperasi – koperasi primer,
karena adanya keterbatasan kemampuan anggota – anggota perorangan.
Dalam
kaitan ini dapat dipahami, mengapa IKPRI (nama baru untuk IKPN) dan beberapa
induk koperasi lainnya mendirikan bank. Dengan memiliki bank sendiri,
diharapkan induk – induk bisa membantu para anggotanya baik perorangan maupun
koperasi jenjang bawahannya, dengan menyediakan dana yang diperlukan oleh
anggota baik yang akan digunakan untuk membantu menunjang kebutuhan hidup
anggota – anggota perorangan.
Disamping
bank – bank yang dimiliki oleh berbagai induk koperasi tersebut, sebelumnya
yaitu pada tahun 1970, 9 buah induk – induk koperasi telah mendirikan bank
berbadan hukum koperasi yang dikenal dengan nama BUKOPIN, tetapi pada tahun
1993 BUKOPIN tersebut telah beralih status badan hukumnya menjadi Perseroan
Terbatas. Jadi sebelum induk – induk koperasi masing – masing mendirikan bank
sendiri, BUKOPIN merupakan sumber permodalan utama bagi koperasi – koperasi di
Indonesia.
Dilihat
dari segi UU No. 25/1992 tentang perkoperasian, memberikan peluang yang cukup
luas bagi koperasi untuk mengembangkan usahanya.UU No. 25/ 1992 ini selain
secara ekspresif membagi permodalan koperasi dalam modal sendiri dan modal
pinjaman, juga memberikan kesempatan kepada koperasi untuk menerbitkan
obligasi.
Tentang
kemungkinan penghimpunan modal koperasi melalui penerbitan obligasi, nampaknya
sulit untuk bisa dilaksanakan oleh koperasi.Banyak peryaratan – persyaratan
yang pada dewasa ini masih sulit untuk bisa dipenuhi oleh koperasi. Beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi diantaranya adalah :
v Bagi
emitan, harus mempunyai modal telah disetor penuh, sekurang – kurangya Rp 200
juta.
v Dalam
2 tahun buku terakhir secara berturut – turut memperoleh laba.
v Laporan
keuangan telah diperiksa oleh Akuntansi publik/Negara untuk 2 tahun terakhir
secara berturut – turut dengan pernyataan pendapat wajar tanpa syarat untuk
tahun terakhir.
v Memiliki
rekomendasi dari Bank Indonesia mengenai jumlah obligasi yang dapat
diterbitkan, jika perusahaan tersebut berupa bank.
Selain
persyaratan tersebut, dalam proses penerbitan obligasi perlu dilibatkan
beberapa unsur :
v Pemodal,
yaitu perorangan dan / atau lembaga yang akan menanamkan modalnya.
v Perlu
diterbitkan suatu prospektus yang memuat keterangan lengkap dan jujur mengenai
keadaan perusahaan dan bagaimana prospeknya.
v Underwriter,
atau penjamin emisi efek, lembaga perantara emisi yang menjamin penjualan efek
(obligasi).
v Wali
amanat (trustee), lembaga yang ditunjuk emitan yang diberikan kepercayaan untuk
mewakili kepentingan para pemegang obligasi.
v Penanggung
(garantor), lembaga yang menanggung perlunasan kembali pinjaman pokok obligasi
dan pembayaran bunganya bila Emitan cedera janji.
Dalam
sejarah perkoperasian di Indonesia, rupanya baru ada 1 koperasi saja yang
pernah mengeluarkan obligasi yaitu BUKOPIN yang dilakukan pada tahun 1989 yang
berjumlah Rp 30 milyar, dimana IKPN termasuk salah satu pembelinya. Berdasarkan
hal tersebut, maka dalam kondisi seperti sekaran ini nampaknya untuk sementara
sulit bagi koperasi untuk memupuk permodalannya dengan cara penjualan obligasi,
tetapi tidak menutup kemungkinan dikembangkan untuk jangka panjang.Kemajuan
lain yang dihasilkan oleh UU No.25/1992 dalam masalah permodalan adalah adanya
ketentuan (pasal 42), yang mengatakan bahwa Koperasi dapat pula melakukan
pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan. Adanya modal penyertaan ini
merupakan tantangan koperasi, namun juga memberikan manfaat, antara lain:
·
Adanya penegasan yang
diberikan secara ekspresif tentang modal sendiri dan modal asing.
·
Memberikan cakrawala
permodalan yang lebih luas lagi kepada gerakan koperasi.
·
Memberikan peluang
kepada koperasi untuk mengembangkan usahanya.
UU
No.25/1992 dalam Pasal 42, mengatakan : Koperasi dapat pula melakukan pemupukan
modal yang berasal dari modal penyertaan. Jadi dengan pernyataan tersebut
berarti bahwa modal ventura, sebagai modal penyertaan, dimungkinkan atau
diperbolehkan untuk ikut serta dalam pemupukan modal koperasi.
Modal
ventura merupakan salah satu bentuk dari penyertaan modal dimana setelah selang
waktu yang ditentukan harus ditarik kembali oleh badan pemilik modal penyertaan
tersebut. Ketentuan ini adalah sebagai pengejawantahan azas bantuan dan
pembinaan bagi badan usaha yang menerima modal ventura.
Dalam
hubungan ini, modal ventura merupakan cara yang terbaik bagi pemupukan modal
koperasi. Tidak perlu dikhawatirkan bahwa perusahaan pemilik modal ventura akan
“bercokol” selamanya pada pada koperasi yang bersangkutan, karena adanya
pembatasan waktu yang diberikan kepada modal ventura dan yang di Indonesia
ditentukan untuk 10 tahun.
Dari
penjelasan pasal 42 UU No.25/1992, saham dalam bentuk non voting preferen stock
(saham preferen yang tidak diberikan hak suara) bagi modal ventura adalah yang
paling tepat. Kepada pemegang saham tersebut diberikan keistimewaan –
keistimewaan, berupa hak menerima dividen lebih dulu dan di dalam hal
perusahaan tersebut dibubarkan, pemilik saham preferen ini mempunyai hak
didahulukan menerima kembali sahamnya. Umumnya saham preferen bersifat
kumulatif.
Sumber
permodalan yang lain bagi koperasi adalah “Dana Penyisihan 1-5% dari Laba
BUMN/BUMD”. Per 1 November 1989, Menteri Keuangan telah mengeluarkan suatu keputusan
tentang “Pedoman Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperasi melalui Badan
Usaha Milik Negara”, dimana diantaranya diputuskan bahwa pembiayaan yang
diperlukan untuk melaksanakan pembinaan tersebut, disediakan dari bagian laba
BUMN yang besarnya antara 1-5% setiap tahun dari laba setelah pajak. Dalam
Surat Keputusan tersebut diantaranya disebutkan bahwa bantuan tersebut dapat
berupa “peningkatan kemampuan modal kerja, antara lain pengadaan bahan baku
dalam modal usaha.
Penggunaan
dana 1-5%, diarahkan kepada 4 hal, yaitu :
·
Untuk pelatihan dan
pendidikan koperasi primer, bila mungkin dalam jangka panjang dalam bentuk
pinjaman lunak.
·
Untuk investasi hal –
hal yang bermanfaat bagi penguatan dalam modal koperasi primer.
·
Sebagai dana jaminan (guarantee fund).
·
Untuk pembelian saham
Perusahaan Swasta.
Pada
tanggan 27 Juni 1994 dikeluarkan SK Menteri Keuangan No.316/KHK/616/1994
tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui Pemanfaatan Dana
dari Bagian Laba BUMN, dimana dalam SK tersebut (pasal 4) diantaranya dikatakan
bahwa bantuan BUMN tersebut dapat berupa:
Ø Pendidikan,
pelatihan, penelitian, dan pemagangan untuk meningkatkan kemampuan
kewira-usahaan, manajemen serta keterampilan teknis produksi.
Ø Pinjaman
Modal Kerja dan Investasi dengan tingkat bunga yang disesuaikan dengan
kemampuan mitra binaan untuk meningkatkan produksi dan penjualan/omzet yang
ditetapkan oleh Direksi BUMN.
Ø Pemasaran
dan promosi hasil produksi.
Ø Pemberian
jaminan dalam rangka memperoleh kredit perbankan dan atau transaksi dengan
pihak ketiga.
Ø Penyertaan
pada perusahaan modal ventura di Daerah Tingkat I yang membantu permodalan dan
pinjaman kepada usaha kecil dan koperasi.
Distribusi
Cadangan Koperasi
Menurut
pasal 41 UU No.25/1992 , dana cadangan
adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha yang
dimasukkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila
diperlukan.
Fungsi
dari cadangan adalah untuk menjaga kemungkinan – kemungkinan rugi dan untuk
memperkuat kedudukan financial dari koperasi terhadap pihak luar (kreditur) dan
karenanya dapat diibaratkan sebagai shockabsorbers
dari kegiatan usaha koperasi. Pengurus/manajer harus waspada terhadap
kemungkinan terjadinya kerugian – kerugian, sebagai akibat dari turunnya harga,
pergeseran konsumen, persaingan – persaingan karena munculnya barang – barang
subtitusi baru dan sebagainya.
Beberapa
bagian dari SHU (Sisa Hasil Usaha) akan disisihkan untuk cadangan yang
ditentukan dalam Anggaran Dasar Koperasi. Pembagian SHU yang berdasarkan pada
perbedaan perolehannya:
·
UU No.12/1967
menentukan 25% dari SHU yang diperoleh dari usaha anggota disisihkan untuk
Cadangan, sedangkan 60 % SHU yang berasal bukan dari usaha anggota, disisihkan
untuk Cadangan.
·
UU No.25/1992 yang
merupakan Anggaran Dasar yang baru, menentukan 30% dari SHU disisihkan untuk
Cadangan. Menurut Undang – Undang ini pembagian SHU tidak membedakan SHU yang
diusahakan oleh anggota dan yang diusahakan oleh bukan anggota.
Ketidak-baikan
dari sistem pembedaan SHU berdasarkan sumber perolehannya, adalah bahwa anggota
bisa merasa dirugikan, karena tidak semua SHU yang diperoleh koperasi tersebut
dapat dinikmati anggota, sedangkan dalam hal terjadi kerugian, simpanan pokok
mereka ikut menanggung kerugian.
Dilihat
dari fungsinya, jenis – jenis cadangan antara lain :
a. Valuation
Reserve,
Yang
termasuk dalam valuation reserve adalah cadangan untuk penyusutan (epreciation) , keusangan (obsolescence), dan pinjaman yang macet (bed debts). Depreciation dan
obsolescence bagi suatu usaha merupakan suatu pengeluaran – pengeluaran
tersembunyi.
b. Capital
Reserve
Dana modal cadangan (Capital Reserve Funds) dipupuk dengan
cara:
1. Menahan net margin dari usaha, baik atas
dasar yang dialokasikan (allocated) maupun yang tidak dialokasikan (unallocated).
2. Melalui
penahanan modal.
Dana cadangan ini
diperlukan untuk :
1. Memenuhi
kewajiban tertentu seperti membayar suatu hipotik (mortgage)
2. Meningkatkan jumlah operating capital
koperasi atau memperbaiki ratio antar Current
Assets dan Current Liability.
3. Sebagai
jaminan untuk kemungkinan – kemungkinan rugi di kemudian hari.
4. Untuk
perluasan usaha
Dilihat dari cara pembentukannya, jenis –
jenis cadangan antara lain :
a
Cadangan Kolektif (collective reserve)
Cadangan
kolektif merupakan cadangan yang tidak ditulis atas nama anggota, jadi murni
dipotong sekian persen dari SHU untuk cadangan.
Cara ini pernah dianut oleh Indonesia
sebagaimana tercantum dalam pasal 35 Undang – Undang No.12/1967 tentang Pokok –
Pokok Perkoperasian yang mengatakan bahwa : Pada pembubaran koperasi, sisa
kekayaan koperasi setelah dipergunakan untuk menutup kerugian – kerugian
koperasi dan biaya – biaya penyelesaian, diberikan kepada perkumpulan koperasi
atau kepada Badan lain yang azas dan tujuannya sesuai dengan koperasi.
b
Cadangan Individual (individual reserve)
Cadangan
individual merupakan cadangan yang dapat dibagi – bagikan kepada anggota, jika
koperasi kelak dibubarkan. Cadangan individual ini, dikumpulkan dan ditulis
atas nama anggota. Menurut Dr. Fauquet cara ini adalah tidak sesuai dengan
prinsip – prinsip koperasi. Cara ini akan membawa konsekuensi – konsekuensi
yang kurang baik, yaitu kepada anggota – anggota manakah cadangan tersebut akan
dibagi – bagikan. Selain itu, akibat yang kurang baik dengan cara membagi –
bagikan cadangan kepada anggota adalah bahwa bilamana cadangan koperasi itu
sudah terkumpul terlalu banyak, akan mendorong anggota – anggota untuk
membubarkan koperasi, sehingga mereka dapat menikmati cadangan tersebut. Sistem
cadangan individual ini tidak dikenal di Indonesia.
Tentang pelimpahan sisa kekayaan
dari koperasi kepada badan lain yang azas dan tujuannya sesuai dengan koperasi,
tidak ditemukan lagi dalam UU No.25/1992. Undang – undang ini hanya menyebutkan
bahwa dalam pembubaran koperasi perlu dibentuk suatu Tim yang dalam UU ini disebut
penyelesai (pasal 52). Penyelesai diantaranta hak, wewenang, dan kewajiban
membagikan sisa hasil penyelesaian kepada anggota (pasal 54 butir g).
Pernyataan ini dapat diartikan bahwa tidak ada larangan bagi koperasi tersebut
untuk melimpahkan net assetnya kepada perkumpulan koperasi lainnya atau membagi
– bagikan kepada anggota – anggotanya , tergantung dari keputusan dan kebijakan
dari Penyelesai.
Contoh Kasus
Kasus :
Terdapat
sebuah bank yang berbadan hukum koperasi modal sendiri berjumlah Rp 10 milyar
yang terdiri dari :
·
Simpanan pokok sebesar
Rp 4 milyar
·
Simpanan wajib sebesar
Rp 6 milyar.
Berapa
modal sendiri yang didapat dari bank sebelum dan sesudah dikeluarkannya UU
No.25/1992?
Penyelesaian :
Ada
suatu ketentuan dari Bank Indonesia yang memberi pembatasan terhadap jumlah
kredit yang boleh diberikan oleh Bank kepada debitur atau group debitur
dibandingkan dengan modal ekuitinya yang dikenal dengan istilah legal lending limit (3L) yang besarnya
oleh Bank Indonesia pada saat ini ditetapkan 20%.
Ø Sebelum dikeluarkannya
UU No. 25/1992:
Modal
sendiri dari bank tersebut adalah sebesar Rp 4 milyar. Dengan adanya ketentuan
dari Bank Indonesia tentang legal lending
limit tersebut maka Bank Koperasi tersebut maksimum hanya boleh memberikan
kredit kepada debitur atau kelompok debitur sebesar 20% (legal lending
limit/3L) dari simpanan pokoknya
yaitu :
Modal Sendiri sebelum UU
No.25/1992 :
X Rp 4 milyar = Rp 800 juta.

Ø Setelah dikeluarkannya
UU No.25/1992:
Menurut
UU No. 25/1992 simpanan wajib dimasukkan sebagai modal sendiri. Dengan
dimasukkan simpanan wajib sebagai modal ekuiti ini, maka bagi suatu Bank yang
berbadan hukum koperasi, ia mempunyai kebebasan yang lebih besar dalam
mengembangkan usahanya baik melalui peningkatan jumlah kredit yang bisa
diberikan kepada debitur maupun melalui usaha – usaha peningkatan assetnya.
Secara
logis jumlah kredit yang bisa diberikan kepada debitur atau grup debitur
meningkat menjadi 20% (legal lending limit/3L) dari simpanan wajibnya, yaitu
Modal Sendiri sesudah UU No.25/1992 : 