Minggu, 05 November 2017

Etika Profesi Akuntansi

BAB I
ETIKA SEBAGAI TINJAUAN

1.     Pengertian Etika
            Sebagaimana telah diungkapkan pada kerangka teori di muka bahwa etika adalah karakter, watak, kesusilaan. Etika sangat erat berkaitan dengan profesi advokat, baik secara individu maupun secara kelompok. Hal tersebut berhubungan dengan sebuah nilai dalam berinteraksi menjalankan profesi keadvokatan atas kepentingan individu ataupun kelompok. Muhammad Nuh menegaskan sebagaimana berikut:
            Menurut etimologi (bahasa) istilah etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan, atau adat. Sebagai suatu subjek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakantindakan yang telah dilakukan dinilai benar atau salah, baik atau buruk. Etika adalah refleksi dari self control karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan individu dan kelompok itu sendiri.
            Pemakaian etika dapat dirumuskan dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral sebagai pegangan untuk mengatur tingkah laku advokat. Etika juga dapat dipakai dalam asas atau moral. Demikian pula etika dapat dipakai dalam arti ilmu, dan etika inilah yang sama dengan filsafat moral. Hal ini sebagaimana dimaksudkan oleh K. Bertens etika dalam rumusannya sebagai berikut:
          Etika dapat dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjai pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini disebut juga sebagai sistem nilai dalam hidup manusia secara individu atau kelompok, misalnya etika orang Jawa, etika Agama, dan lain-lain.
b.      Etika dapat dipakai dalam arti kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud ialah kode etik, misalnya kode etik advokat, kode etik dokter, dan lain-lain.
c.     Etika dapat dipakai dalam arti ilmu tentang apa yang baik atau yang buruk. Arti etika ini sama dengan filsafat moral. Kata ethos dalam bahasa Indonesia ternyata juga cukup banyak dipakai, misalnya dalam kombinasi etos kerja, etos profesi, etos imajinasi, etos dedikasi dan masih banyak istilah lainnya.
Menurut M. Yatimin Abdullah, etika termasuk ilmu pengetahuan tentang asas-asas tingkah laku yang berarti juga:
a.              Ilmu tentang apa yang baik, apa yang buruk, tentang hak-hak dan kewajiban;
b.             Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan tingkah laku manusia;
c.        Nilai mengenai benar-salah, halal haram, sah-batal, baik-buruk dan kebiasaan-kebiasaan yang dianut suatu golongan masyarakat.
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Ada istilah lain yang dikenal menyerupai etika yaitu etiket. Etiket adalah tata cara (adat sopan santun, tata krama) dalam masyarakat beradab dalam memelihara hubungan baik antara sesama manusia.

2.     Prinsip – prinsip Etika
             Prinsip- prinsip perilaku professional tidak secara khusus dirumuskan oleh ikatan akuntan Indonesia tapi dianggap menjiwai kode perilaku akuntan Indonesia. Adapun prinsip- prisip etika yang merupakan landasan perilaku etika professional, menurut Arens dan Lobbecke (1996 : 81) adalah :
Tanggung jawab : Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai professional dan pertimbangan   moral dalam semua aktifitas mereka.
Kepentingan Masyarakat : Akuntan harus menerima kewajiban-kewajiban melakukan tindakan yang  mendahulukan kepentingan masyarakat, menghargai kepercayaan masyarakat dan menunjukkan komitmen pada professional.
Integritas : Untuk mempertahankan dan menperluas kepercayaan masyarakat, akuntan harus melaksanakan semua tanggung jawab professional dan integritas.
Objektivitas dan indepedensi : Akuntan harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam melakukan tanggung jawab profesioanal. Akuntan yang berpraktek sebagai akuntan public harusbersikap independen dalam kenyataan dan penampilan padawaktu melaksanakan audit dan jasa astestasi lainnya.
Keseksamaan  : Akuntan harus mematuhi standar teknis dan etika profesi, berusaha keras untuk terus meningkatkan kompetensi dan mutu jasa, dan melaksanakan tanggung jawab professional dengan kemampuan terbaik.

3.     Basis Teori Etika

ü  Teori Deontologi
Deontologi berasal dari bahasa Yunani, deon yang berarti kewajiban. Yaitu kewajiban manusia untuk selalu bertindak baik. Suatu tindakan dikatakan baik dan bermoral karena tindakan tersebut dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang harus dilaksanakan bukan pada tujuan atau akibat dari tindakan tersebut.

ü  Teori Teleologi
Dalam teori ini, tindakan baik maupun buruk manusia diukur berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau suatu tindakan dinilai baik atau bermoral kalau yang di akibatkan itu baik atau berguna. Permasalahan yang meliputi teori ini seputar bagaimana menilai akibat atau tujuan baik dari suatu tindakan dan untuk siapa tindakan tersebut. Oleh sebab itu, teori teleologi ini memunculkan teori-teori baru seperti egoisme dan utilitarisme.

ü  Teori Hak
Teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Teori Hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama dan tidak dapat dopisahkan.

ü  Teori Keutamaan (Virtue)
Memandang sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil atau jujur, atau murah hati dan sebagainya. Keutamaan bisa didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah lau baik secara  moral.

4.      Egoism
            Kata egoisme merupakan istilah yang berasal dari bahasa Latin yakni ego, yang berasal dari kata Yunani kuno yang masih digunakan dalam bahasa Yunani modern yang berarti diri atau saya, dan kata isme, digunakan untuk menunjukkan sistem kepercayaannya.
            Egoisme adalah cara untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang menguntungkan bagi dirinya sendiri, dan umumnya memiliki pendapat untuk meningkatkan citra pribadi seseorang dan pentingnya intelektual, fisik, sosial dan lainnya. Egoisme ini tidak memandang kepedulian terhadap orang lain maupun orang banyak pada umumnya dan hanya memikirkan diri sendiri

            Inti pandangan dari Egoisme yaitu tindakan dari setiap orang pada dasarnya adalah untuk mengejar kepentingan pirbadi dan memajukan dirinya sendiri. Aristoteles berpenapat bahwa tujuan hidup dan tindakan setiap manusia adalah untuk mengejar kebahagiannya. Egoisme dianggap bermoral dan etis karena kebahagiaan dan kepentingan pribadi dalam bentuk hidup, hak, dan keamanan secara moral dianggap baik dan pantas untuk diupayakan dan dipertahankan.


BAB II
PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS

1.        Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Suatu bisnis yang dijalankan pasti memiliki tujuan untuk tumbuh dan menghasilkan.Untuk itu para pelaku bisnis patut memberikan perhatian pada faktor – faktor yang dapat mendukung tujuan tersebut, seperti lingkungan.Oleh karena itu, etika bisnis dapat dipengaruhi oleh lingkungan.Lingkungan juga dapat dipengaruhi oleh etika bisnis.
a.      Lingkungan Intern
Lingkungan intern dapat dikendalikan oleh para pelaku bisnis, sehingga dapat diarahkan sesuai dengan keinginan perusahaan.Lingkungan intern meliputi tenaga kerja, peralatan dll.Budaya organisasi (yang mencakup) lingkungan kerja, sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan, dan otonomi atau pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan).Ekonomi lokal (yang mencakup keadaan perekonomian setempat).Reputasi perusahaan (yang mencakup persepsi karyawan mengenai bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat).Persaingan di industri (yang mencakup tingkat daya saing dalam industri yang mempengaruhi kompensasi dan pendapatan), adalah beberapa contoh faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dan etika para tenaga kerja.Faktor – faktor tersebut perlu disadari karena para tenaga kerja kinerja dan etika mereka sebenarnya memiliki kontribusi yang besar terhadap kesuksesan perusahaan.

b.      Lingkungan Ekstern
Lingkungan ekstern yaitu lingkungan yang berada diluar kegiatan bisnis yang tidak mungkin dapat dikendalikan oleh para pelaku bisnis sesuai dengan keinginannya.Pelaku bisnislah yang harus mengikuti “kemauan” lingkungan ekstern tersebut, agar kegiatan bisnis bisa “selamat” dari pengaruh lingkungan tersebut.lingkungan ekstern meliputi lingkungan mikro, yaitu pemerintah, pesaing, public, stockholders dan konsumen. Serta lingkungan makro yaitu demografi, sosial, politik dan sosial budaya. Lingkungan eksternal terdiri dari 2 komponen, yaitu :
1)      Lingkungan khusus
Lingkungan khusus adalah bagian dari lingkungan yang secara langsung relevan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Lingkungan khusus, meliputi orang – orang yang mempunyai kepentingan dalam organisasi (stakeholders), seperti;
·         Konsumen, atau pelanggan merupakan kelompok potensial yang mengonsumsi output atau barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan/organisasi bisnis dan juga lembaga pemerintahan maupun organisasi nonprofit lainnya

·         Pemasok, perusahaan atau individu yang menyediakan faktor – faktor produksi yang dibutuhkan perusahaan untuk memproduksi produk atau jasanya. Pemasok meliputi penyediaan bahan baku atau material, peralatan, input keuangan dan tenaga kerja

·         Pesaing, persaingan meliputi semua tawaran pesaing yang nyata maupun potensial serta subsitusi yang dipertimbangkan oleh pembeli. Biasanya setiap perusahaan mempunya satu atau lebih pesaing. Perusahaan menawarkan produk dan jasa yang lebih baik dari pesaing.

·         Kreditor, perusahaan perlu memperhatikan kreditor atau kelompok kepentingan tertentu yang mempengaruhi kegiatan organisasi secara finansial (institusi keuangan ataupun individu yang memberikan pinjaman dana)


2)      Lingkungan umum
Lingkungan umum meliputi berbagai faktor, antara lain kondisi ekonomi, politik dan hukum, sosial budaya, demografi, teknologi dan kondisi global yang mungkin mempengaruhi organisasi. Perubahan lingkungan umum biasanya tidak mempunyai dampak sebesar perubahan lingkungan khusus, namun demikian manajer harus memperhatikannya ketika merencanakan, mengorganisasi, mengarahkan serta mengendalikan aktivitas organisasi bisnis.

2.        Kesaling – tergantungan Antara Bisnis dan Masyarakat
Perusahaan yang merupakan suatu lingkungan bisnis juga sebuah organisasi yang memiliki struktur yag cukup jelas dalam pengelolaannya. ada banyak interaksi antar pribadi maupun institusi yang terlibat di dalamnya. Dengan begitu kecenderungan untuk terjadinya konflik dan terbukanya penyelewengan sangat mungkin terjadi. baik di dalam tataran manajemen ataupun personal dalam setiap tim maupun hubungan perusahaan dengan lingkungan sekitar. Untuk itu etika ternyata diperlukan sebagai kontrol akan kebijakan, demi kepentingan perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu kewajiban perusahaan adalah mengejar berbagai sasaran jangka panjang yang baik bagi masyarakat.
Berikut adalah beberapa hubungan kesaling tergantungan antara bisnis dengan masyarakat.
·         Hubungan antara bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan antara bisnis dengan langgananya adalah hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik.
·         Hubungan dengan karyawan
Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment), Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
·         Hubungan antar bisnis
Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen tunggal maupun distributor.
·         Hubungan dengan Investor
Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik” harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada para insvestor atau calon investornya. prospek perusahan yang go public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap informasi terhadap hal ini.
·         Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan pergaulan yang bersifat finansial.

3.        Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Sikap mereka tehadap lingkungan, data digali dengan metode wawancara mendalam, pengamatan terlibat dan dokumenter. Selanjutnya data dipahami dengan metode fenomenologis dan dianalisis dengan melalui tiga tahap sebagaimana yang dikemukakan Miles dan Hubermas yaitu, data reduction, data display dan conclusion drawing verification.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua etnis memberikan makna yang sama terhadap etika bisnis. Mereka memahami bahwa kerja (bisnis) merupakan sebagian dari ibadah. Oleh karena itu, agar harta yang diperoleh halal dan berakah, maka setiap pelaku bisnis harus mengedepankan nilai – nilai etika.
Selanjutnya, berkaitan dengan implementasi terhadap sesame pelaku bisnis selaku pesaing (kompetitor), kedua etnis memahami bahwa persaingan itu merupakan sebuah keniscayaan yang perlu dihadapi secara wajar. Hanya saja, kepada para pihak diharapkan saling mematuhi nilai – nilai etika.
Adapun dalam kaitan perlakuan terhadap konsumen, pada prinsipnya kedua etnis selalu berupaya untuk bersikap transparan dan adil. Demikian pula implementasi terhadap lingkungan sekitar yang bisa dipahami, bahwa kedua etnis mempunyai kepedulian terhadap lingkungan sebagai bagian dari rasa tanggungjawab sosial yang mereka miliki. Sebagai wujud kompensasi terhadap masyarakat yang telah menjadi pelanggan (konsumen) daripada usaha kedua etnis.

4.        Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000) :
Zaman prasejarah : pada awak sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan Filsuf – filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
Masa peralihan : pada tahun 1960 dimulai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS) revolusi mahasiswa, penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberikan perhatian pada dunia pendidikan, khususnya pada bidang ilmu manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Masalah yang sering dibahas adalah corporate social responsibility
Etika bisnis lahir di Amerika Serikat pada tahun 1970 yang dimana sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah – masalah etis disekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di Amerika Serikat pada saat itu
Etika bisnis meluas ke eropa pada tahun 1980 di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru yang mulai berkembang kira – kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas dan sekolah bisnis yang disebut European Busniness Ethics Network (EBEN)
Etika bisnis menjadi fenomena secara global pada tahun 1990 dan tidak hanya terbatas lagi pada dunia barat tetapi etika bisnis sudah dikembangkan diseluruh dunia.

5.        Etika Bisnis dan Akuntan
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan.
Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.
Dalam menciptakan etika bisnis,  Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan hal sebagai berikut :
ü  Pengendalian Diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau memakan pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut. Walau keuntungan yang diperoleh merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etik”.
ü  Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
ü  Mempertahankan Jati Diri
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh  pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. 
ü  Menciptakan Persaingan yang Sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan  spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
ü  Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
ü  Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
ü  Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit  (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
ü  Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
ü  Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan main Bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu demi satu.
ü  Memelihara Kesepakatan
Memelihara kesepakatan atau menumbuh kembangkan Kesadaran dan rasa Memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Jika etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
ü  Menuangkan ke dalam Hukum Positif
Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah.


BAB III
ETHICAL GOVERNANCE

1.             Governance System
Sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata sistem dan pemerintahan. Kata sistem merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. Dan dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti:
·         Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatau
·         Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara.
·         Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah
Sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan dalam suatu Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan pemerintahan; Kekuasaan Legislatif yang berate kekuasaan membentuk undang-undang; Dan Kekuasaan Yudiskatif yang berate kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang. Komponen-komponen tersebut secara garis besar meliputi lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Jadi, sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antar-lembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan.
2.             Budaya Etika
Budaya Etika merupakan gambaran pada sebuah perusahaan yang mencerminkan kepribadian pada para – para pemimpinnya. Budaya Etika ini merupakan sebuah perilaku yang sangat etis, karena penerapan budaya etika ini dilakukan secara top down.
3.             Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Dalam membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya, pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
4.             Kode Perilaku Korporasi (Corporate Code of Conduct)
Kode Perilaku Korporasi (Code of Conduct) adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders.
5.             Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi
Dalam setiap code of conduct, adanya evaluasi terhadap kode perilaku korporasi juga sangat diperlukan, agar segala kegiatan yang telah dilakukan apakah sudah dijalankan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.
Berikut ini langkah yang harus dilakukan dalam evaluasi terhadap kode perilaku korporasi, yaitu:
a.          Pelaporan Pelanggaran Code of Conduct
Setiap individu berkewajiban melaporkan setiap pelanggaran atas Code of Conduct yang dilakukan oleh individu lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan Kehormatan. Laporan dari pihak luar wajib diterima sepanjang didukung bukti dan identitas yang jelas dari pelapor. Dewan kehormatan wajib mencatat setiap laporan pelanggaran atas Code of Conduct dan melaporkannya kepada Direksi dengan didukung oleh bukti yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan. Dewan kehormatan wajib memberikan perlindungan terhadap pelapor.
b.         Sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct
Pemberian sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh karyawan diberikan oleh Direksi atau pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemberian sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh Direksi dan Dewan Komisaris mengacu sepenuhnya pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perusahaan serta ketentuan yang berlaku. Pemberian sanksi dilakukan setelah ditemukan bukti nyata terhadap terjadinya pelanggaran pedoman ini.
Evaluasi sebaiknya dilakukan secara rutin sehingga perusahaan selalu berada dalam pedoman dan melakukan koreksi apabila diketahui terdapat kesalahan.


BAB IV
PERILAKU ETIKA DALAM PROFESI AKUNTANSI

1.               Akuntansi Sebagai Profesi dan Peran Akuntansi
Profesi akuntan  bertugas  untuk menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat bagi banyak pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomik. Hal tersebut menerangkan bahwa betapa pentingnya profesi akuntan dalam dinamika ekonomi global. Profesi akuntan dianggap sebagai suatu urat nadi perekonomian global. Informasi yang dihasilkan akan menjadi landasan utama setiap kebijakan ekonomi yang akan diambil oleh pihak berkepentingan, kehandalan dan kompetensitas menjadi suatu keharusan yang harus dimiliki seorang akuntan.
Profesi Akuntan biasanya dianggap sebagai salah satu bidang profesi seperti organisasi lainnya, misalnya Ikatan Dokter Indonesia). Supaya dikatakan profesi ia harus memiliki beberapa syarat sehingga masyarakat sebagai objek dan sebagai pihak yang yang memerlukan profesi, mempercayai hasil kerjanya.
Profesi akuntan dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Akuntan Intern.
Adalah orang yang bekerja pada suatu perusahaan dan bertanggung jawab terhadap laporan keuangan. Akuntan intern bertugas menyusun sistem akuntansi, menyusun laporan keuangan, menyusun anggaran, menangani masalah perpajakan, serta memeriksa laporan keuangan.
b. Akuntan Publik.
Adalah orang yang bekerja secara independen dengan memberikan jasa akuntansi bagi perusahaan atau organisasi nonbisnis. Jasa yang ditawarkan berupa pemeriksaan laporan keuangan sehingga sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Jasa lainnya berupa konsultasi perpajakan dan penyusunan laporan keuangan.
c. Akuntan Pemerintah.
Merupakan orang yang bekerja pada lembaga pemerintahan. Akuntan ini bertugas memeriksa keuangan dan mengadakan perencanaan sistem akuntansi. Misalnya Badan Pengawas Keuangan (BPK), dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
d. Akuntan Pendidik.
Merupakan orang yang bertugas mengembangkan dan mengajarkan akuntansi. Misalnya dosen dan guru mata pelajaran akuntansi.

2.               Ekspektasi Publik
Masyarakat umumnya mempersepsikan akuntan sebagai orang yang profesional dibidang akuntansi. Ini berarti bahwa mereka mempunyai sesuatu kepandaian yang lebih dibidang ini dibandingkan dengan orang awam.
Selain itu masyarakat pun berharap bahwa para akuntan mematuhi standar dan tata nilai yang berlaku di lingkungan profesi akuntan, sehingga masyarakat dapat mengandalkan kepercayaannya terhadap pekerjaan yang diberikan. Dengan demikian unsur kepercayaan memegang peranan yang sangat penting dalam hubungan antara akuntan dan pihak-pihak yang berkepentingan.

3.               Nilai - nilai Etika vs Teknik Akuntansi/Auditing
Nilai–nilai etika meliputi sebagai berikut :
·         Integritas: setiap tindakan dan kata-kata pelaku profesi menunjukan sikap transparansi, kejujuran dan konsisten.
·         Kerjasama: mempunyai kemampuan untuk bekerja sendiri maupun dalam tim.
·         Inovasi: pelaku profesi mampu memberi nilai tambah pada pelanggan dan proses kerja dengan metode baru.
·         Simplisitas: pelaku profesi mampu memberikan solusi pada setiap masalah yang timbul, dan masalah yang kompleks menjadi lebih sederhana.

Sedangkan teknik akuntansi adalah aturan-aturan khusus yang diturunkan dari prinsip-prinsip akuntan yang menerangkan transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian tertentu yang dihadapi oleh entitas akuntansi tersebut. Teknik akuntansi sektor publik terdiri atas:
·         Budgetary accounting : Akuntansi Anggaran adalah bidang akuntansi yang menguraikan kegiatan keuangan untuk suatu jangka waktu tertentu yang dilengkapi dengan sistem penganalisaan dan pengawasannya.
·         Commitment accounting : adalah sistem akuntansi yang mengakui transaksi dan mencatatnya pada saat order dikeluarkan. Akuntansi komitmen dapat digunakan bersama-sama dengan akuntansi kas atau akuntansi akrual.
·         Fund accounting : adalah sebuah konsep akuntansi di mana aktiva dipisah-pisahkan berdasarkan masing-masing sumber dan peruntukkan dana. Karena dalam penyajian laporan keuangan, organisasi nirlaba harus mengidentifikasi kategori batasan penggunaan dana yang diberikan oleh donor, oleh karenanya organisasi mengadopsi akuntansi dana.
·         Cash accounting : adalah di dalam metode ini beban dengan pendapatan tidak secara hati-hati di samakan dari bulan ke bulan. Beban tidak diakui sampai uang di bayarkan walaupun beban pada bulan itu terjadi sama halnya dengan pendapatan, pendapatan tidak diakui sampai dengan uangnya diterima.
·         Accrual accounting : adalah beban dan pendapatan secara hati-hati  di samakan menyediakan informasi yang lebih handal dan terpercaya tentang seberapa besar suatu perusahaan mengeluarkan uang atau menerima uang dalam setiap bulannya.

4.               Perilaku Etika Dalam Pemberian Jasa Akuntan Publik
Setiap profesi pemberian jasa kepada masayarakat harus mempunyai kepercayaan dari masyarakat itu sendiri. Karena ketika masyarakat sudah menaruh kepercayaan pada jasa akuntan publik tersebut maka mutu jasa akuntan publik tersebut akan meningkat, ditambah lagi jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari prinsip etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat kreditor dan investor mengharapkan penilaian yang bebas, tidak memihak informasi yang disajikan laporan keuangan oleh manajemen perusahaan. Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat yaitu:
·         Jasa Assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan.
·         Jasa Atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan Prosedur.
·         Jasa Atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang Independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan.
·         Jasa Nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang didalamnya tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringakasan temuan, atau bentuk lain keyakinan.

Sumber Penulisan :
Abdullah, M. Yatimin. 2006. Pengantar Studi Etika. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Bertens, K. 2004. Etika. Jakarta: Gramedia.
_________. 2000. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
N.Nuryesrnan M, Moral dan Etika Dalam Dunia Bisnis, Bank dan Manajemen, Mei/Juni 1996.
Nuh, Muhammad. 2011. Etika Profesi Hukum. Jakarta: PT. Pustaka Setia.
Purba Victor, Hukum Bisnis Dalam Kegiatan Bisnis Para Manajer, Manajemen, 1993.

Susanti, Beny. 2008. Modul Kuliah Etika Profesi Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma. Jakarta.