BAB
I
ETIKA
SEBAGAI TINJAUAN
1.
Pengertian
Etika
Sebagaimana telah diungkapkan pada kerangka teori di muka bahwa etika adalah
karakter, watak, kesusilaan. Etika sangat erat berkaitan dengan profesi
advokat, baik secara individu maupun secara kelompok. Hal tersebut berhubungan
dengan sebuah nilai dalam berinteraksi menjalankan profesi keadvokatan atas
kepentingan individu ataupun kelompok. Muhammad Nuh menegaskan sebagaimana
berikut:
Menurut etimologi (bahasa) istilah etika berasal dari kata ethos (bahasa
Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan, atau adat. Sebagai suatu
subjek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun
kelompok untuk menilai apakah tindakantindakan yang telah dilakukan dinilai
benar atau salah, baik atau buruk. Etika adalah refleksi dari self control karena
segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan individu dan
kelompok itu sendiri.
Pemakaian etika dapat dirumuskan dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral
sebagai pegangan untuk mengatur tingkah laku advokat. Etika juga dapat dipakai
dalam asas atau moral. Demikian pula etika dapat dipakai dalam arti ilmu, dan
etika inilah yang sama dengan filsafat moral. Hal ini sebagaimana dimaksudkan
oleh K. Bertens etika dalam rumusannya sebagai berikut:
a Etika dapat dipakai dalam arti
nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjai pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini disebut juga sebagai
sistem nilai dalam hidup manusia secara individu atau kelompok, misalnya etika
orang Jawa, etika Agama, dan lain-lain.
b. Etika dapat dipakai dalam arti kumpulan
asas atau nilai moral. Yang dimaksud ialah kode etik, misalnya kode etik
advokat, kode etik dokter, dan lain-lain.
c. Etika dapat dipakai dalam arti ilmu
tentang apa yang baik atau yang buruk. Arti etika ini sama dengan filsafat
moral. Kata ethos dalam bahasa Indonesia ternyata juga cukup banyak dipakai,
misalnya dalam kombinasi etos kerja, etos profesi, etos imajinasi, etos
dedikasi dan masih banyak istilah lainnya.
Menurut M. Yatimin Abdullah, etika termasuk ilmu pengetahuan tentang asas-asas
tingkah laku yang berarti juga:
a.
Ilmu tentang apa yang baik, apa yang
buruk, tentang hak-hak dan kewajiban;
b.
Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dengan tingkah laku manusia;
c. Nilai mengenai benar-salah, halal haram,
sah-batal, baik-buruk dan kebiasaan-kebiasaan yang dianut suatu golongan
masyarakat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah ilmu tentang apa yang baik
dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Ada istilah
lain yang dikenal menyerupai etika yaitu etiket. Etiket adalah tata cara (adat
sopan santun, tata krama) dalam masyarakat beradab dalam memelihara hubungan
baik antara sesama manusia.
2.
Prinsip
– prinsip Etika
Prinsip- prinsip perilaku professional tidak secara khusus dirumuskan oleh
ikatan akuntan Indonesia tapi dianggap menjiwai kode perilaku akuntan
Indonesia. Adapun prinsip- prisip etika yang merupakan landasan perilaku etika
professional, menurut Arens dan Lobbecke (1996 : 81) adalah :
Tanggung jawab : Dalam
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai professional dan
pertimbangan moral dalam semua aktifitas mereka.
Kepentingan Masyarakat
: Akuntan harus menerima kewajiban-kewajiban melakukan tindakan yang
mendahulukan kepentingan masyarakat, menghargai kepercayaan masyarakat dan
menunjukkan komitmen pada professional.
Integritas : Untuk
mempertahankan dan menperluas kepercayaan masyarakat, akuntan harus
melaksanakan semua tanggung jawab professional dan integritas.
Objektivitas dan
indepedensi : Akuntan harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari benturan
kepentingan dalam melakukan tanggung jawab profesioanal. Akuntan yang
berpraktek sebagai akuntan public harusbersikap independen dalam kenyataan dan
penampilan padawaktu melaksanakan audit dan jasa astestasi lainnya.
Keseksamaan :
Akuntan harus mematuhi standar teknis dan etika profesi, berusaha keras untuk
terus meningkatkan kompetensi dan mutu jasa, dan melaksanakan tanggung jawab
professional dengan kemampuan terbaik.
3.
Basis
Teori Etika
ü Teori Deontologi
Deontologi berasal dari
bahasa Yunani, deon yang berarti kewajiban. Yaitu kewajiban manusia
untuk selalu bertindak baik. Suatu tindakan dikatakan baik dan bermoral karena
tindakan tersebut dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang harus dilaksanakan
bukan pada tujuan atau akibat dari tindakan tersebut.
ü Teori Teleologi
Dalam teori ini,
tindakan baik maupun buruk manusia diukur berdasarkan tujuan yang mau dicapai
dengan tindakan itu, atau suatu tindakan dinilai baik atau bermoral kalau yang
di akibatkan itu baik atau berguna. Permasalahan yang meliputi teori ini
seputar bagaimana menilai akibat atau tujuan baik dari suatu tindakan dan untuk
siapa tindakan tersebut. Oleh sebab itu, teori teleologi ini memunculkan
teori-teori baru seperti egoisme dan utilitarisme.
ü Teori Hak
Teori hak ini adalah
pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu
perbuatan atau perilaku. Teori Hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi,
karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam
yang sama dan tidak dapat dopisahkan.
ü Teori Keutamaan (Virtue)
Memandang sikap atau
akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil atau
jujur, atau murah hati dan sebagainya. Keutamaan bisa didefinisikan sebagai
berikut : disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia
untuk bertingkah lau baik secara moral.
4. Egoism
Kata egoisme merupakan istilah yang berasal dari bahasa Latin yakni ego, yang
berasal dari kata Yunani kuno yang masih digunakan dalam bahasa Yunani modern
yang berarti diri atau saya, dan kata isme, digunakan untuk menunjukkan sistem
kepercayaannya.
Egoisme adalah cara untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang
menguntungkan bagi dirinya sendiri, dan umumnya memiliki pendapat untuk
meningkatkan citra pribadi seseorang dan pentingnya intelektual, fisik, sosial
dan lainnya. Egoisme ini tidak memandang kepedulian terhadap orang lain maupun
orang banyak pada umumnya dan hanya memikirkan diri sendiri
Inti pandangan dari Egoisme yaitu tindakan dari setiap orang pada dasarnya
adalah untuk mengejar kepentingan pirbadi dan memajukan dirinya sendiri.
Aristoteles berpenapat bahwa tujuan hidup dan tindakan setiap manusia adalah
untuk mengejar kebahagiannya. Egoisme dianggap bermoral dan etis karena
kebahagiaan dan kepentingan pribadi dalam bentuk hidup, hak, dan keamanan
secara moral dianggap baik dan pantas untuk diupayakan dan dipertahankan.
BAB
II
PERILAKU
ETIKA DALAM BISNIS
1.
Lingkungan
Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Suatu
bisnis yang dijalankan pasti memiliki tujuan untuk tumbuh dan
menghasilkan.Untuk itu para pelaku bisnis patut memberikan perhatian pada
faktor – faktor yang dapat mendukung tujuan tersebut, seperti lingkungan.Oleh
karena itu, etika bisnis dapat dipengaruhi oleh lingkungan.Lingkungan juga
dapat dipengaruhi oleh etika bisnis.
a. Lingkungan Intern
Lingkungan intern dapat
dikendalikan oleh para pelaku bisnis, sehingga dapat diarahkan sesuai dengan
keinginan perusahaan.Lingkungan intern meliputi tenaga kerja, peralatan
dll.Budaya organisasi (yang mencakup) lingkungan kerja, sikap manajemen
terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan, dan otonomi atau
pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan).Ekonomi lokal (yang mencakup
keadaan perekonomian setempat).Reputasi perusahaan (yang mencakup persepsi
karyawan mengenai bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh
masyarakat).Persaingan di industri (yang mencakup tingkat daya saing dalam
industri yang mempengaruhi kompensasi dan pendapatan), adalah beberapa contoh
faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dan etika para tenaga
kerja.Faktor – faktor tersebut perlu disadari karena para tenaga kerja kinerja
dan etika mereka sebenarnya memiliki kontribusi yang besar terhadap kesuksesan
perusahaan.
b. Lingkungan Ekstern
Lingkungan ekstern
yaitu lingkungan yang berada diluar kegiatan bisnis yang tidak mungkin dapat
dikendalikan oleh para pelaku bisnis sesuai dengan keinginannya.Pelaku
bisnislah yang harus mengikuti “kemauan” lingkungan ekstern tersebut, agar
kegiatan bisnis bisa “selamat” dari pengaruh lingkungan tersebut.lingkungan
ekstern meliputi lingkungan mikro, yaitu pemerintah, pesaing, public,
stockholders dan konsumen. Serta lingkungan makro yaitu demografi, sosial,
politik dan sosial budaya. Lingkungan eksternal terdiri dari 2 komponen, yaitu
:
1) Lingkungan
khusus
Lingkungan
khusus adalah bagian dari lingkungan yang secara langsung relevan terhadap
pencapaian tujuan organisasi. Lingkungan khusus, meliputi orang – orang yang
mempunyai kepentingan dalam organisasi (stakeholders),
seperti;
·
Konsumen, atau pelanggan merupakan
kelompok potensial yang mengonsumsi output atau barang dan jasa yang dihasilkan
perusahaan/organisasi bisnis dan juga lembaga pemerintahan maupun organisasi
nonprofit lainnya
·
Pemasok, perusahaan atau individu yang
menyediakan faktor – faktor produksi yang dibutuhkan perusahaan untuk
memproduksi produk atau jasanya. Pemasok meliputi penyediaan bahan baku atau
material, peralatan, input keuangan dan tenaga kerja
·
Pesaing, persaingan meliputi semua
tawaran pesaing yang nyata maupun potensial serta subsitusi yang
dipertimbangkan oleh pembeli. Biasanya setiap perusahaan mempunya satu atau
lebih pesaing. Perusahaan menawarkan produk dan jasa yang lebih baik dari
pesaing.
·
Kreditor, perusahaan perlu memperhatikan
kreditor atau kelompok kepentingan tertentu yang mempengaruhi kegiatan
organisasi secara finansial (institusi keuangan ataupun individu yang
memberikan pinjaman dana)
2) Lingkungan
umum
Lingkungan
umum meliputi berbagai faktor, antara lain kondisi ekonomi, politik dan hukum,
sosial budaya, demografi, teknologi dan kondisi global yang mungkin
mempengaruhi organisasi. Perubahan lingkungan umum biasanya tidak mempunyai
dampak sebesar perubahan lingkungan khusus, namun demikian manajer harus
memperhatikannya ketika merencanakan, mengorganisasi, mengarahkan serta
mengendalikan aktivitas organisasi bisnis.
2.
Kesaling
– tergantungan Antara Bisnis dan Masyarakat
Perusahaan
yang merupakan suatu lingkungan bisnis juga sebuah organisasi yang memiliki
struktur yag cukup jelas dalam pengelolaannya. ada banyak interaksi antar
pribadi maupun institusi yang terlibat di dalamnya. Dengan begitu kecenderungan
untuk terjadinya konflik dan terbukanya penyelewengan sangat mungkin terjadi.
baik di dalam tataran manajemen ataupun personal dalam setiap tim maupun
hubungan perusahaan dengan lingkungan sekitar. Untuk itu etika ternyata
diperlukan sebagai kontrol akan kebijakan, demi kepentingan perusahaan itu
sendiri. Oleh karena itu kewajiban perusahaan adalah mengejar berbagai sasaran
jangka panjang yang baik bagi masyarakat.
Berikut adalah beberapa
hubungan kesaling tergantungan antara bisnis dengan masyarakat.
·
Hubungan antara bisnis dengan langganan
/ konsumen
Hubungan
antara bisnis dengan langgananya adalah hubungan yang paling banyak dilakukan,
oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik.
·
Hubungan dengan karyawan
Manajer
yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali
harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis
dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment),
Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan
pangkat) maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
·
Hubungan antar bisnis
Hubungan
ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain.
Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir,
pengecer, agen tunggal maupun distributor.
·
Hubungan dengan Investor
Perusahaan
yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik”
harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada
para insvestor atau calon investornya. prospek perusahan yang go
public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan
terhadap informasi terhadap hal ini.
·
Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan
dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan
pergaulan yang bersifat finansial.
3.
Kepedulian
Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Sikap
mereka tehadap lingkungan, data digali dengan metode wawancara mendalam,
pengamatan terlibat dan dokumenter. Selanjutnya data dipahami dengan metode
fenomenologis dan dianalisis dengan melalui tiga tahap sebagaimana yang
dikemukakan Miles dan Hubermas yaitu, data reduction, data display dan
conclusion drawing verification.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kedua etnis memberikan makna yang sama terhadap
etika bisnis. Mereka memahami bahwa kerja (bisnis) merupakan sebagian dari
ibadah. Oleh karena itu, agar harta yang diperoleh halal dan berakah, maka
setiap pelaku bisnis harus mengedepankan nilai – nilai etika.
Selanjutnya,
berkaitan dengan implementasi terhadap sesame pelaku bisnis selaku pesaing
(kompetitor), kedua etnis memahami bahwa persaingan itu merupakan sebuah
keniscayaan yang perlu dihadapi secara wajar. Hanya saja, kepada para pihak
diharapkan saling mematuhi nilai – nilai etika.
Adapun
dalam kaitan perlakuan terhadap konsumen, pada prinsipnya kedua etnis selalu
berupaya untuk bersikap transparan dan adil. Demikian pula implementasi
terhadap lingkungan sekitar yang bisa dipahami, bahwa kedua etnis mempunyai
kepedulian terhadap lingkungan sebagai bagian dari rasa tanggungjawab sosial
yang mereka miliki. Sebagai wujud kompensasi terhadap masyarakat yang telah
menjadi pelanggan (konsumen) daripada usaha kedua etnis.
4.
Perkembangan
Dalam Etika Bisnis
Perkembangan etika
bisnis menurut Bertens (2000) :
Zaman prasejarah : pada
awak sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan Filsuf – filsuf Yunani lain
menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara
dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
Masa peralihan : pada
tahun 1960 dimulai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat
(AS) revolusi mahasiswa, penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini
memberikan perhatian pada dunia pendidikan, khususnya pada bidang ilmu
manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan
nama Business and Society. Masalah yang sering dibahas adalah corporate social
responsibility
Etika bisnis lahir di
Amerika Serikat pada tahun 1970 yang dimana sejumlah filsuf mulai terlibat
dalam memikirkan masalah – masalah etis disekitar bisnis dan etika bisnis
dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi
dunia bisnis di Amerika Serikat pada saat itu
Etika bisnis meluas ke
eropa pada tahun 1980 di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru yang mulai
berkembang kira – kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara
akademisi dari universitas dan sekolah bisnis yang disebut European Busniness
Ethics Network (EBEN)
Etika bisnis menjadi
fenomena secara global pada tahun 1990 dan tidak hanya terbatas lagi pada dunia
barat tetapi etika bisnis sudah dikembangkan diseluruh dunia.
5.
Etika
Bisnis dan Akuntan
Dalam
menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik
profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan
pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi
dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat
atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya,
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi
sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan
mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan.
Kewajiban
akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi,
objektif dan mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi
universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika
sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan
tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah
bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan
atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan
etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis
tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.
Dalam menciptakan etika
bisnis, Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan hal sebagai
berikut :
ü Pengendalian
Diri
Artinya, pelaku-pelaku
bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh
apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis
sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau memakan
pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut. Walau keuntungan yang
diperoleh merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus
memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etik”.
ü Pengembangan
Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis disini
dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk
“uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
ü Mempertahankan
Jati Diri
Mempertahankan jati
diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan
informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis.
ü Menciptakan
Persaingan yang Sehat
Persaingan dalam dunia
bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan
tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang
erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan
perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap
perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada
kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
ü Menerapkan
Konsep “Pembangunan Berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya
tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan
bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
ü Menghindari
Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis
sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi
apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan
curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa
dan negara.
ü Mampu
Menyatakan yang Benar itu Benar
Artinya, kalau pelaku
bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh)
karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari
“koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan
memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak
yang terkait.
ü Menumbuhkan
Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha
Untuk menciptakan
kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada sikap saling percaya (trust) antara
golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha
lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan
mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat,
saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk
berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
ü Konsekuen
dan Konsisten dengan Aturan main Bersama
Semua konsep etika
bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang
tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya
semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha
sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi
kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu demi
satu.
ü Memelihara
Kesepakatan
Memelihara kesepakatan
atau menumbuh kembangkan Kesadaran dan rasa Memiliki terhadap apa yang telah
disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Jika etika ini
telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan
kenyamanan dalam berbisnis.
ü Menuangkan
ke dalam Hukum Positif
Perlunya sebagian etika
bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi Peraturan
Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis
tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah.
BAB
III
ETHICAL
GOVERNANCE
1.
Governance
System
Sistem
pemerintahan berasal dari gabungan dua kata sistem dan pemerintahan. Kata
sistem merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti
susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata
pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. Dan dalam Kamus Bahasa
Indonesia, kata-kata itu berarti:
·
Perintah adalah perkataan yang bermakna
menyuruh melakukan sesuatau
·
Pemerintah adalah kekuasaan yang
memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara.
·
Pemerintahan adalaha perbuatan, cara,
hal, urusan dalam memerintah
Sistem
pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai
komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam
mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan dalam suatu Negara menurut
Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang
berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan
pemerintahan; Kekuasaan Legislatif yang berate kekuasaan membentuk
undang-undang; Dan Kekuasaan Yudiskatif yang berate kekuasaan mengadili
terhadap pelanggaran atas undang-undang. Komponen-komponen tersebut secara
garis besar meliputi lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Jadi, sistem
pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan
antar-lembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan
pemerintahan negara yang bersangkutan.
2.
Budaya
Etika
Budaya
Etika merupakan gambaran pada sebuah perusahaan yang mencerminkan kepribadian
pada para – para pemimpinnya. Budaya Etika ini merupakan sebuah perilaku yang
sangat etis, karena penerapan budaya etika ini dilakukan secara top down.
3.
Mengembangkan
Struktur Etika Korporasi
Dalam
membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya, pada saat itulah perlu
prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan
diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun
jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam
proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan
etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu
kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari
untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan
para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
4.
Kode
Perilaku Korporasi (Corporate Code of Conduct)
Kode
Perilaku Korporasi (Code of Conduct) adalah pedoman internal
perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen,
serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam
menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan
stakeholders.
5.
Evaluasi
terhadap Kode Perilaku Korporasi
Dalam
setiap code of conduct, adanya evaluasi terhadap kode perilaku korporasi
juga sangat diperlukan, agar segala kegiatan yang telah dilakukan apakah sudah
dijalankan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Evaluasi terhadap kode
perilaku korporasi dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic
Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate
Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan
pada tanggal 30 Mei 2005.
Berikut ini langkah
yang harus dilakukan dalam evaluasi terhadap kode perilaku korporasi, yaitu:
a.
Pelaporan Pelanggaran Code of
Conduct
Setiap individu
berkewajiban melaporkan setiap pelanggaran atas Code of Conduct yang
dilakukan oleh individu lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan Kehormatan.
Laporan dari pihak luar wajib diterima sepanjang didukung bukti dan identitas
yang jelas dari pelapor. Dewan kehormatan wajib mencatat setiap laporan
pelanggaran atas Code of Conduct dan melaporkannya kepada Direksi
dengan didukung oleh bukti yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan. Dewan
kehormatan wajib memberikan perlindungan terhadap pelapor.
b.
Sanksi Atas Pelanggaran Code of
Conduct
Pemberian sanksi Atas
Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh karyawan diberikan
oleh Direksi atau pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pemberian sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh
Direksi dan Dewan Komisaris mengacu sepenuhnya pada Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga Perusahaan serta ketentuan yang berlaku. Pemberian sanksi
dilakukan setelah ditemukan bukti nyata terhadap terjadinya pelanggaran pedoman
ini.
Evaluasi sebaiknya
dilakukan secara rutin sehingga perusahaan selalu berada dalam pedoman dan
melakukan koreksi apabila diketahui terdapat kesalahan.
BAB
IV
PERILAKU
ETIKA DALAM PROFESI AKUNTANSI
1.
Akuntansi
Sebagai Profesi dan Peran Akuntansi
Profesi
akuntan bertugas untuk menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat
bagi banyak pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomik. Hal tersebut
menerangkan bahwa betapa pentingnya profesi akuntan dalam dinamika ekonomi
global. Profesi akuntan dianggap sebagai suatu urat nadi perekonomian global.
Informasi yang dihasilkan akan menjadi landasan utama setiap kebijakan ekonomi
yang akan diambil oleh pihak berkepentingan, kehandalan dan kompetensitas
menjadi suatu keharusan yang harus dimiliki seorang akuntan.
Profesi
Akuntan biasanya dianggap sebagai salah satu bidang profesi seperti organisasi
lainnya, misalnya Ikatan Dokter Indonesia). Supaya dikatakan profesi ia harus
memiliki beberapa syarat sehingga masyarakat sebagai objek dan sebagai pihak
yang yang memerlukan profesi, mempercayai hasil kerjanya.
Profesi akuntan dapat
dibedakan sebagai berikut:
a. Akuntan Intern.
Adalah orang yang
bekerja pada suatu perusahaan dan bertanggung jawab terhadap laporan keuangan.
Akuntan intern bertugas menyusun sistem akuntansi, menyusun laporan keuangan,
menyusun anggaran, menangani masalah perpajakan, serta memeriksa laporan
keuangan.
b. Akuntan Publik.
Adalah orang yang
bekerja secara independen dengan memberikan jasa akuntansi bagi perusahaan atau
organisasi nonbisnis. Jasa yang ditawarkan berupa pemeriksaan laporan keuangan
sehingga sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Jasa lainnya berupa
konsultasi perpajakan dan penyusunan laporan keuangan.
c. Akuntan Pemerintah.
Merupakan orang yang
bekerja pada lembaga pemerintahan. Akuntan ini bertugas memeriksa keuangan dan
mengadakan perencanaan sistem akuntansi. Misalnya Badan Pengawas Keuangan
(BPK), dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
d. Akuntan Pendidik.
Merupakan orang yang
bertugas mengembangkan dan mengajarkan akuntansi. Misalnya dosen dan guru mata
pelajaran akuntansi.
2.
Ekspektasi
Publik
Masyarakat
umumnya mempersepsikan akuntan sebagai orang yang profesional dibidang
akuntansi. Ini berarti bahwa mereka mempunyai sesuatu kepandaian yang lebih
dibidang ini dibandingkan dengan orang awam.
Selain
itu masyarakat pun berharap bahwa para akuntan mematuhi standar dan tata nilai
yang berlaku di lingkungan profesi akuntan, sehingga masyarakat dapat mengandalkan
kepercayaannya terhadap pekerjaan yang diberikan. Dengan demikian unsur
kepercayaan memegang peranan yang sangat penting dalam hubungan antara akuntan
dan pihak-pihak yang berkepentingan.
3.
Nilai
- nilai Etika vs Teknik Akuntansi/Auditing
Nilai–nilai etika meliputi sebagai berikut :
·
Integritas: setiap tindakan dan
kata-kata pelaku profesi menunjukan sikap transparansi, kejujuran dan
konsisten.
·
Kerjasama: mempunyai kemampuan untuk
bekerja sendiri maupun dalam tim.
·
Inovasi: pelaku profesi mampu memberi
nilai tambah pada pelanggan dan proses kerja dengan metode baru.
·
Simplisitas: pelaku profesi mampu
memberikan solusi pada setiap masalah yang timbul, dan masalah yang kompleks
menjadi lebih sederhana.
Sedangkan teknik
akuntansi adalah aturan-aturan khusus yang diturunkan dari prinsip-prinsip
akuntan yang menerangkan transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian tertentu
yang dihadapi oleh entitas akuntansi tersebut. Teknik akuntansi sektor publik
terdiri atas:
·
Budgetary accounting : Akuntansi
Anggaran adalah bidang akuntansi yang menguraikan kegiatan keuangan untuk suatu
jangka waktu tertentu yang dilengkapi dengan sistem penganalisaan dan
pengawasannya.
·
Commitment accounting : adalah
sistem akuntansi yang mengakui transaksi dan mencatatnya pada saat order
dikeluarkan. Akuntansi komitmen dapat digunakan bersama-sama dengan akuntansi
kas atau akuntansi akrual.
·
Fund accounting : adalah sebuah
konsep akuntansi di mana aktiva dipisah-pisahkan berdasarkan masing-masing
sumber dan peruntukkan dana. Karena dalam penyajian laporan keuangan,
organisasi nirlaba harus mengidentifikasi kategori batasan penggunaan dana yang
diberikan oleh donor, oleh karenanya organisasi mengadopsi akuntansi dana.
·
Cash accounting : adalah di dalam
metode ini beban dengan pendapatan tidak secara hati-hati di samakan dari bulan
ke bulan. Beban tidak diakui sampai uang di bayarkan walaupun beban pada bulan
itu terjadi sama halnya dengan pendapatan, pendapatan tidak diakui sampai dengan
uangnya diterima.
·
Accrual accounting : adalah beban
dan pendapatan secara hati-hati di samakan menyediakan informasi yang
lebih handal dan terpercaya tentang seberapa besar suatu perusahaan
mengeluarkan uang atau menerima uang dalam setiap bulannya.
4.
Perilaku
Etika Dalam Pemberian Jasa Akuntan Publik
Setiap
profesi pemberian jasa kepada masayarakat harus mempunyai kepercayaan dari
masyarakat itu sendiri. Karena ketika masyarakat sudah menaruh kepercayaan pada
jasa akuntan publik tersebut maka mutu jasa akuntan publik tersebut akan meningkat,
ditambah lagi jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap
pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya.
Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi
akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari prinsip etika yang ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia.
Dari
profesi akuntan publik inilah masyarakat kreditor dan investor mengharapkan
penilaian yang bebas, tidak memihak informasi yang disajikan laporan keuangan
oleh manajemen perusahaan. Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa
bagi masyarakat yaitu:
·
Jasa Assurance adalah jasa profesional
independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan.
·
Jasa Atestasi terdiri dari audit,
pemeriksaan (examination), review, dan Prosedur.
·
Jasa Atestasi adalah suatu pernyataan
pendapat, pertimbangan orang yang Independen dan kompeten tentang apakah asersi
suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah
ditetapkan.
·
Jasa Nonassurance adalah jasa yang
dihasilkan oleh akuntan publik yang didalamnya tidak memberikan suatu pendapat,
keyakinan negatif, ringakasan temuan, atau bentuk lain keyakinan.
Sumber
Penulisan :
Abdullah, M. Yatimin.
2006. Pengantar Studi Etika. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Bertens, K. 2004. Etika.
Jakarta: Gramedia.
_________. 2000. Etika.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kamus Besar Bahasa
Indonesia
N.Nuryesrnan M, Moral
dan Etika Dalam Dunia Bisnis, Bank dan Manajemen, Mei/Juni 1996.
Nuh, Muhammad.
2011. Etika Profesi Hukum. Jakarta: PT. Pustaka Setia.
Purba Victor, Hukum
Bisnis Dalam Kegiatan Bisnis Para Manajer, Manajemen, 1993.
Susanti, Beny. 2008.
Modul Kuliah Etika Profesi Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma.
Jakarta.